Kanal24, Malang – Di tengah derasnya arus informasi yang menyebar tanpa henti di era digital, kebutuhan untuk bersikap kritis terhadap setiap konten yang diterima menjadi semakin penting. Pesan inilah yang ditekankan oleh Brenda Nursalim, Jurnalis DW Indonesia, dalam pemaparan materinya kepada mahasiswa. Ia menegaskan bahwa kemudahan penyebaran informasi justru membuat masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan, terutama terhadap konten yang tampak meyakinkan tetapi belum tentu benar. Mahasiswa, sebagai kelompok yang sangat aktif di ruang digital, didorong untuk mengasah kepekaan, melakukan verifikasi, dan mampu mengenali informasi yang menyesatkanābaik misinformasi maupun disinformasi, terutama yang diproduksi menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Pada acara āFact-checking: How to Tackle AI Disinformation?ā yang diselenggarakan oleh DWGoesToCampus, para peserta berkumpul di Gedung B Lantai 7, Auditorium Nuswantara FISIP UB, pada Kamis (13/11/2025), untuk mengikuti rangkaian workshop dan diskusi mengenai verifikasi konten digital. Kegiatan ini merupakan bagian dari program nasional DW Indonesia yang berkeliling ke berbagai kampus di Indonesia untuk memperkuat literasi media di kalangan mahasiswa.
Baca juga:
Riset Doktor Matematika UB Ungkap Pendekatan Baru Value at Risk (VaR)
Tuntutan Berpikir Kritis di Tengah Badai Informasi
Dalam pemaparannya, Brenda menjelaskan bahwa salah satu tantangan terbesar dari era digital adalah banjir informasi yang datang dari berbagai arah. Kemudahan akses dan kecepatan penyebaran menjadikan kontenābaik yang benar maupun yang salahāmudah viral tanpa proses penyaringan.
Menurutnya, mahasiswa sering kali terjebak pada indikator yang salah ketika menilai kredibilitas konten. āPemilihan konten biasanya dilihat dari jumlah views. Semakin banyak, dianggap semakin benar. Padahal belum tentu,ā ujarnya. Ia menegaskan bahwa angka tayangan, komentar, bahkan simbol verifikasi seperti blue tick tidak lagi bisa dijadikan jaminan kebenaran.
Karena itu, mahasiswa perlu memahami bahwa viral tidak berarti valid. Dalam analisis konten, sumber informasi mesti menjadi titik awal penilaian. āHarus dilihat dulu sumbernya dari mana. Jika ragu, cari lagi sumber pembanding. Kalau ternyata salah, buktikan mana yang benar,ā tambahnya.
Teknik Verifikasi dan Penggunaan Tools Pemeriksa Fakta
Brenda juga menyampaikan bahwa memeriksa kebenaran konten kini dapat dilakukan melalui berbagai tools digital yang dirancang untuk mendeteksi manipulasi berbasis AI, memeriksa jejak metadata, melacak sumber asli gambar atau video, hingga membedakan konten editan dan konten autentik.
Dalam sesi workshop, peserta diperkenalkan pada sejumlah langkah dan step-by-step checking yang dapat dipraktikkan secara mandiri. Mulai dari reverse image search, pemeriksaan detail foto, pengecekan lokasi, hingga analisis pola visual yang mengindikasikan penggunaan AI dalam pembuatan gambar atau video palsu.
Brenda menegaskan bahwa penggunaan tools bukan sekadar proses teknis, melainkan bagian dari pendidikan publik. āDengan melakukan debunk, kita juga sedang mengedukasi masyarakat agar tidak mudah percaya pada konten yang kelihatannya menarik atau ramai ditonton,ā tuturnya.
Ia menambahkan bahwa proses ini penting untuk membangun budaya digital yang sehat. Hoaks tidak akan berhenti jika hanya diteruskan tanpa verifikasi. āKalau ada konten yang keliru, berhenti di kita. Jangan disebarkan. Selain itu, bantu sebarkan yang benar,ā jelasnya.
Membangun Budaya Verifikasi dalam Kehidupan Digital
Dalam sesi diskusi, Brenda menekankan bahwa kemampuan berpikir kritis bukan sekadar kemampuan akademik, melainkan keterampilan hidup yang dibutuhkan di era digital. āDo your research. Jangan mudah percaya. Jangan hanya ikut-ikutan menyebarkan. Kita semua bertanggung jawab,ā ujarnya.
Menurutnya, mahasiswa merupakan kelompok yang sangat potensial menjadi agen perubahan dalam gerakan literasi media. Dengan pemahaman yang benar, mereka dapat membantu mengurangi persebaran informasi palsu, baik di lingkungan kampus, keluarga, maupun komunitas digital yang lebih luas.
Ia menutup materinya dengan ajakan agar mahasiswa mampu membedakan antara kecepatan dan kebenaran informasi. āKritis itu wajib. Lihat lagi kontennya, croscek, teliti. Ada banyak caranya. Yang penting jangan berhenti belajar,ā tegasnya.
Harapan untuk Generasi Muda Berliterasi Digital
Melalui kegiatan ini, DW Indonesia berharap mahasiswa memahami teori dan juga dapat mempraktikkan teknik verifikasi secara langsung. Ke depan, kemampuan ini diharapkan dapat menjadi bagian dari budaya digital kampus dan diteruskan dalam berbagai kegiatan akademik maupun non-akademik.
Workshop ini menjadi salah satu upaya bersama antara kampus dan media internasional untuk memperkuat ketahanan informasi di Indonesia. Dengan meningkatnya kemampuan literasi digital mahasiswa, diharapkan ruang publik digital dapat terjaga dari arus disinformasi, terutama yang dipicu oleh teknologi kecerdasan buatan. (nid/tia)










