Kanal24, Bojonegoro – Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Brawijaya (UB) di Kabupaten Bojonegoro tahun ini ditutup dengan pencapaian luar biasa. Sebanyak 120 inovasi Teknologi Tepat Guna (TTG) berhasil dihasilkan oleh mahasiswa yang tersebar di 40 desa. Inovasi-inovasi tersebut dinilai mampu menjawab kebutuhan masyarakat, khususnya dalam bidang peternakan dan pengelolaan potensi lokal, sekaligus mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Prof. Dr. Ir. Muhammad Halim Natsir, S.Pt., MP., IPM., ASEAN Eng., yang turut hadir dalam penutupan program, menyampaikan apresiasinya terhadap semangat mahasiswa yang menghadirkan karya nyata bagi masyarakat.
Baca juga:
Bank Sampah Jadi Strategi Pengelolaan Sampah Berkelanjutan di Permukiman Malang

“KKN kita memang ujungnya TTG, apalagi sekarang mahasiswa dituntut untuk berdampak nyata. Dari hasil kemarin, kami melihat inovasi mahasiswa luar biasa, mulai dari peternakan hingga teknologi informasi. Bahkan ada temuan sederhana seperti jebakan lalat dari botol bekas yang ternyata memberi dampak besar bagi peternak ayam petelur,” ungkapnya, Senin (04/08/2025).
Teknologi Sederhana, Dampak Luar Biasa
Salah satu masalah utama program Gayatri (Gerakan Beternak Ayam Petelur Mandiri) di Bojonegoro adalah banyaknya lalat yang mengganggu peternak. Dengan memanfaatkan botol plastik bekas, mahasiswa menciptakan alat perangkap lalat sederhana. Hasilnya efektif menekan populasi lalat, sehingga warga sekitar tidak lagi terganggu.
“Alatnya sederhana, tapi dampaknya sangat signifikan. Permasalahan lalat bisa teratasi tanpa biaya besar,” jelas Halim Natsir.
Selain itu, mahasiswa juga menghadirkan inovasi berbasis Internet of Things (IoT). Alat tersebut memungkinkan pengaturan pencahayaan kandang ayam secara otomatis, pengendalian suhu menggunakan sprinkler, hingga penyaringan air minum melalui filter delapan lapis untuk menjaga kualitas ternak.
Mesin Tetas Tingkatkan Produktivitas
Tidak hanya itu, inovasi mesin tetas otomatis juga menjadi sorotan. Dengan sistem yang bisa membalik telur secara otomatis, daya tetas meningkat drastis dari semula di bawah 20% menjadi lebih dari 80%.
“Alat ini benar-benar membantu peternak. Mereka tidak perlu repot membalik telur secara manual, cukup menunggu 21 hari hingga menetas,” tutur Halim.
Potensi Lokal Jadi Andalan
Selain mendukung program peternakan, mahasiswa juga memanfaatkan potensi lokal desa. Daun jati kering yang melimpah diolah menjadi briket sebagai energi alternatif. Ada pula inovasi jamu herbal untuk ternak yang dibuat dari bahan alami sekitar desa.
“Kami minta mahasiswa melihat potensi lokal lebih dulu, lalu menghadirkan inovasi yang bisa digunakan langsung. Jadi, bukan hanya teori kampus yang diterapkan, tetapi solusi nyata untuk warga,” tambahnya.
Berlanjut Hingga Publikasi dan Paten
Agar inovasi ini tidak berhenti setelah KKN selesai, pihak kampus menyiapkan langkah lanjutan. Inovasi terbaik akan diarahkan untuk pengurusan paten, publikasi ilmiah, hingga kompetisi TTG skala nasional dan seminar.
“Harapannya 120 TTG ini tidak berhenti di sini. Yang sudah matang, kita dorong ke tahap paten dan publikasi. Bahkan skripsi pun bisa diambil dari TTG ini,” jelas Halim.

Baca juga:
Studi Fapet UB: Inovasi Pakan Domba dari Batang Ketela Pohon
Dorong SDGs dan Pemerataan Ekonomi Desa
Halim menegaskan, inovasi TTG yang dihasilkan mahasiswa berkontribusi besar terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya pada pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, kesehatan, dan pemerataan ekonomi desa.
“Dari telur ayam saja, masyarakat bisa mendapatkan protein hewani yang murah sekaligus pemasukan harian. Ini sesuai dengan Asta Cipta nomor enam: menggerakkan perekonomian dari bawah untuk kesejahteraan,” tuturnya.
Dengan keberhasilan menghadirkan 120 inovasi TTG, KKN Bojonegoro tahun ini membuktikan bahwa mahasiswa dapat menjadi agen perubahan yang menghadirkan solusi nyata. Harapannya, inovasi-inovasi ini terus dikembangkan dan menjadi motor penggerak kemandirian desa di masa depan. (nid/din)