Kanal24, Malang – Pemutaran film dokumenter Ingatan dari Timor yang digelar FISIP Universitas Brawijaya pada Jumat (22/8/2025) menghadirkan pengalaman berkesan bagi para penontonnya. Salah satunya datang dari Azizah Novi Amelia, mahasiswa Hubungan Internasional UB yang juga terlibat langsung sebagai pemeran dalam film tersebut.
Bagi Azizah, keterlibatan dalam proyek dokumenter ini bukan hanya bagian dari pencarian data untuk keperluan akademik, melainkan juga pengalaman emosional yang mendalam. Ia menuturkan bahwa berada di lapangan memberi pelajaran berbeda dibandingkan sekadar mencari informasi di internet.
Baca juga:
UB dan Komdigi Luncurkan AI Talent Factory Pertama di Indonesia

“Turun langsung itu sangat penting. Sebagai mahasiswa, kita memang secara tidak langsung adalah peneliti, meskipun belum seformal peneliti profesional. Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa data primer itu tak bisa digantikan. Ada kedalaman emosional yang tidak akan ditemukan hanya dari literatur,” ungkap Azizah.
Azizah juga mengaku bahwa proses pengumpulan data tidaklah mudah. Salah satu tantangan terbesar adalah menjangkau informan, terutama mereka yang berada di wilayah Timor Barat. Banyak di antara mereka sulit dihubungi, bahkan telah menutup kontak. Wawancara daring melalui Zoom pun kerap terkendala masalah teknis seperti jaringan internet.
“Yang lebih menantang adalah menjaga netralitas. Sebagai peneliti, kita harus bisa mendengar cerita dari kedua sisi, baik dari Timor Leste maupun Timor Barat, tanpa berpihak,” tambahnya.
Selain tantangan teknis, Azizah juga merasakan dampak emosional ketika harus menyaksikan langsung realitas sejarah yang jarang diungkapkan dalam pendidikan formal di Indonesia. Ia mengaku muncul perasaan kecewa karena ada fakta-fakta sejarah yang seakan disembunyikan. “Ada rasa seperti dikhianati, karena ternyata ada banyak hal yang tidak pernah kita tahu sebelumnya,” katanya.
Dari pengalaman ini, Azizah mendapatkan pemahaman baru tentang makna trauma, baik pada level personal maupun kolektif. Menurutnya, istilah trauma sering digunakan secara ringan dalam percakapan sehari-hari. Namun, setelah terlibat dalam film ini, ia menyadari betapa dalamnya luka yang sebenarnya ada di balik istilah tersebut.
“Trauma itu bukan sekadar kata yang kita ucapkan dengan enteng. Pada level personal saja, trauma bisa sangat dalam dan tak terlihat. Bayangkan jika itu terjadi pada level kolektif sebuah bangsa, tentu dampaknya jauh lebih besar,” jelasnya.
Baca juga:
Siswa Wonoagung Belajar Emosi dan Wirausaha Bareng FISIP UB
Ia menekankan bahwa penyembuhan trauma kolektif seperti yang dialami masyarakat Timor Leste tidak bisa dilepaskan dari pemulihan trauma personal setiap individu. Menurutnya, keduanya berjalan beriringan dan saling memengaruhi.
“Kalau kita ingin menyembuhkan trauma kolektif akibat konflik bersenjata, kita juga harus memperhatikan bagaimana trauma personal dari para individu bisa dipulihkan. Begitu pula sebaliknya, pemulihan personal tidak bisa dilepaskan dari konteks kolektif,” pungkasnya.
Keterlibatan Azizah dalam Ingatan dari Timor membawanya pada kesadaran baru bahwa sejarah, konflik, dan trauma adalah bagian yang tidak terpisahkan dari identitas suatu bangsa. Lebih dari sekadar pengalaman akademis, film ini menjadi ruang pembelajaran emosional sekaligus refleksi mendalam bagi generasi muda. (nid/dht)