Kanal 24, Malang – Balai Kelurahan Losari dipenuhi semangat warga yang berkumpul bukan untuk mengurus administrasi, melainkan untuk belajar mengubah limbah menjadi berkah. Di tangan para mahasiswa Universitas Brawijaya (UB), limbah rumah tangga dan pertanian yang biasa dianggap sampah, kini dipandang sebagai sumber ekonomi baru yang ramah lingkungan pada Sabtu siang (19/07/2025).
Lewat program Mahasiswa Membangun Desa (MMD), tim lintas jurusan dari UB menghadirkan penyuluhan bertema “Pengolahan Limbah Rumah Tangga dan Pertanian Berbasis Ekonomi Lingkungan”. Kegiatan ini menyasar tiga isu utama: pembuatan sabun cair dari minyak jelantah, produksi pakan ternak fermentasi atau Ecofeed, dan pengolahan pupuk organik dari sekam padi.
Baca juga:
EcoBottle Project: MMD UB Ajarkan Daur Ulang Sampah ke Siswa MI
Tiga pemateri utama memandu jalannya edukasi. Mereka adalah Muhammad Abdul Aziz dan Muhammad Fadlillah Milzam dari Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik, serta Bernadeta Devina Prasetya dari Agribisnis Fakultas Pertanian. Kegiatan ini berada di bawah bimbingan Dosen Pembimbing Lapang Anindita Purnama Ningtyas, S.H., M.H.
Limbah Bisa Jadi Usaha Baru
Materi pertama dimulai dengan pengenalan Ecofeed. Sebuah pakan ternak hasil fermentasi limbah dapur seperti sisa sayuran, daun, dan kulit buah. Prosesnya menggunakan EM4, bekatul, molase, dan air, kemudian difermentasi selama tiga sampai empat hari dalam wadah tertutup. Selain mudah dibuat, pakan ini dinilai sangat menghemat biaya bagi peternak kecil di Losari.
“Melalui penjelasan yang sederhana dan jelas tadi, saya akhirnya tahu bahwa limbah sayuran dan dedaunan bisa dibuat jadi pakan ternak dengan cara yang mudah. Sangat membantu kami sebagai peternak kecil,” kata Bu Titin, pelaku usaha ternak lokal.
Setelah itu, Bernadeta menyampaikan cara fermentasi sekam padi menjadi pupuk organik. Ia menjelaskan bahwa selama ini sekam padi kerap dibakar, mencemari udara, padahal dapat diolah menjadi pupuk yang menyuburkan tanah. Fermentasi berlangsung selama tujuh hingga empat belas hari menggunakan bahan aktivator alami yang mudah ditemukan.
Pada sesi ketiga, Aziz menunjukkan teknik pengolahan minyak jelantah menjadi sabun cair serbaguna. Limbah dapur ini, jika dibuang sembarangan, bisa mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan. Namun dengan penyaringan, pencampuran larutan KOH, serta bahan alami lain, minyak bekas bisa diubah menjadi sabun cuci piring atau sabun tangan.
“Kami ingin menunjukkan bahwa limbah, baik dari dapur maupun pertanian, sebenarnya punya potensi luar biasa bila dikelola dengan benar,” ujar Aziz saat mempresentasikan materi sabun jelantah. Ia berharap kegiatan ini menjadi awal perubahan perilaku masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan mulai dari rumah sendiri.
Warga Semakin Paham dan Antusias
Penyuluhan yang berlangsung interaktif ini mengundang antusias warga, terutama ibu-ibu PKK dan peternak lokal. Dalam sesi tanya jawab, para peserta tidak hanya bertanya tetapi juga menyampaikan pengalaman pribadi. Salah satunya adalah Bu Ani yang mengaku baru mengetahui manfaat minyak jelantah.
“Sekarang saya memahami bahwa proses pembuatan sabun itu bisa dilakukan dari minyak jelantah, asal proses dan takarannya benar. Alhamdulillah masyarakat jadi tahu cara pengelolaan limbah rumah tangga yang lebih baik,” ujarnya dengan semangat.
Para mahasiswa juga menekankan bahwa teknologi yang digunakan dalam pengolahan limbah ini sangat terjangkau. Alat dan bahan bisa ditemukan di rumah tangga biasa, sehingga warga tidak perlu mengeluarkan biaya besar. Dengan sedikit pelatihan dan kreativitas, limbah yang selama ini dibuang bisa menjadi sumber penghasilan tambahan.
“Salah satu keunggulan dari pengelolaan limbah ini adalah biaya yang dibutuhkan sangat terjangkau, bahkan bisa dimulai dengan peralatan sederhana yang ada di rumah,” tambah Bernadeta saat demonstrasi pembuatan pupuk sekam.
Baca juga:
Kolaborasi MMD UB dan TP PKK Pagentan Kelola Sampah Lewat Inovasi Ecobrick
Mendorong Desa Mandiri Lingkungan
Kegiatan ini dilandasi oleh komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama poin 3 tentang kesehatan dan kesejahteraan, poin 12 tentang konsumsi dan produksi berkelanjutan, serta poin 13 tentang aksi terhadap perubahan iklim.
Dengan memberikan edukasi berbasis praktik langsung, tim mahasiswa UB berharap Kelurahan Losari dapat menjadi pelopor desa ramah lingkungan yang mampu mengelola limbah secara produktif. Program ini tidak hanya menjadi ajang berbagi ilmu, tetapi juga mendorong sinergi antara kampus dan masyarakat.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa UB tidak sekadar datang sebagai pengajar, tapi juga sebagai agen perubahan yang memperkuat hubungan antara akademisi dan warga. Harapannya, penyuluhan ini bisa terus ditiru dan dikembangkan oleh warga Losari secara mandiri, hingga tercipta pola hidup yang lebih sadar lingkungan dan berkelanjutan. (han)