Seseorang yang telah menyatakan dirinya beriman kepada Allah swt dan RasulNya maka tentu wajib baginya mencintai Allah dan RasulNya dengan segala keyakinan dan upaya sepenuh hati untuk mewujudkannya. Karena mencintai Allah dan RasulNya adalah tanda keimanan sejati. Lalu bagaimana cara mencintai Allah? . Maka Allah swt memberikan arahan dalam FirmanNya :
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. ( Ali ‘Imran, Ayat 31)
Tidaklah dianggap mencintai Allah swt apabila kita tidak bersedia mencintai Rasulullah. Dan tidaklah kita dianggap mencintainya jika tidak bersedia mengikuti, meneladaninya dan berjuang dalam barisan jamaahnya dengan penuh istiqomah dalam menyebarkan ajaran dan risalahnya serta melakukan tindakan dan perbuatan yang dapat menyakiti dan mengkhianatinya. Bahkan seorang muslim yang baik haruslah menunjukkan kecintaan kepada Nabi melebihi dari segalanya. Sebagaimana dalam Firman Allah swt:
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istri dan ibu-ibu (nenek moyang ) mereka” (QS. Al Ahzab: 6)
Karena mencintai itu pasti tidak menyakiti. Mencintai berarti menjaga perasaan Allah dan perasaan Rasulullah swt dengan menjauhi segala hal yang dibencinya dan segala hal yang dapat membuatnya tersinggung, cemburu dan marah. Sementara Allah swt adalah Maha Cemburu manakala ada hambaNya yang menduakanNya dan melanggar aturanNya.
Tidakkah sebagai suatu tindakan menyakiti perasaan Allah dan Rasulullah ?, jika agamanya yang lurus dan universal diselewengkan dengan pemikiran kemanusiaan yang lemah lagi terbatas dengan menkotak-kotakkan dan membatasi universalitas agama ini menjadi lokalitas sempit atas dasar suatu wilayah (misal dengan istilah islam Arab, islam Eropa, islam Amerika dan islam Nusantara dll).
Tidakkah sebagai sebuah tindakan yang menyakiti Allah dan RasulNya?, disaat Allah mengajak para hambanya agar menjalani agama ini secara kaffah namun ada orang yang malah menyerukan agar agama hanya cukup pada utusan peribadatan saja dan melarang agama untuk masuk ke wilayah politik ekonomi dan kehidupan lainnya dengan mengatakan bahwa politik itu kotor sementara agama itu suci, sehingga tidak pantas bagi agama yang suci ikut campur ambil bagian para ranah yang kotor itu. Oleh karena itu agama harus dipisahkan dari politik untuk menjaga kesucian agama. Inilah kampanye sekularisme itu.
Tidakkah sebagai suatu tindakan yang dapat menyakiti Allah swt ?, disaat jika Allah swt menyatakan bahwa hanya agama islam sajalah yang lurus dan diridhoi olehNya lalu kemudian ada orang yang mengatakan bahwa pada agama lain pun ada kebenaran yang sama-sama diridhai, dan kemudian pula menyimpulkan bahwa semua agama itu adalah sama, karena itu tidaklah pantas satu agama (termasuk islam) mengklaim kebenaran hanyalah miliknya (islam) semata.
Tidakkah sebagai suatu tindakan yang dapat menyakiti Allah swt ?, disaat Allah mengajarkan bahwa hanya pada Allah-lah kita menyembah dan meminta namun kemudian anda berkumpul dengan agama lain dan keyakinan lain untuk berdoa bersama pada Tuhan yang berbeda dan mereka pahami masing-masing ? Tidakkah hal itu telah membuat ketersinggungan dan kecemburuan Allah swt karena telah menyandingkan permintaan kepada Allah dengan yang lainnya dan seakan mengamini adanya tuhan lain selain Allah swt. Tidakkah pula hal ini juga merupakan pengkhianatan atas komitmen yang dibaca secara rutin dalam shalat, “iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin”.
Tidakkah sebagai suatu tindakan yang dapat menyakiti Allah swt ?, Disaat Allah menegaskan bahwa aturan syariatnya haruslah ditegakkan dalam kehidupan namun ada sebagian manusia (termasuk muslim) kemudian membenci para penyerunya (para pendakwah, dai), menjauhkan ummat dari syariat aturan Allah bahkan membuangnya dari aturan kehidupan berbangsa dan bernegara, kemudian menggantikannya dengan aturan yang dibuat oleh manusia sendiri. Bahkan menjelek-jelekkan para penyeru syariat aturan Allah dengan sebutan yang menyakitkan pula seperti fundamentalis, radikal, ekstrimis, intoleran dan sebagainya.
Tidakkah sebagai suatu tindakan yang dapat menyakiti Allah swt ?, disaat Allah swt menetapkan bahwa sejak awal secara fitrah laki-laki dan wanita adalah makhluk yang berbeda sehingga dalam beberapa hal ditetapkan aturan yang berbeda pada keduanya (semisal, batas aurat, cara bergaul dan berkomunikasi, berkeluarga dan pernikahan, kedudukan dalam persaksian hukum, pembagian dalam harta waris, hingga tentang masa iddah yang hanya dimiliki oleh wanita dsb). Lalu sebagian kalian menyelisihi aturan Allah dengan mensetarakannya antara laki dan perempuan melalui konsep feminismenya yang menyatakan bahwa wanita boleh membuka aurat karena berjilbab hanyalah bagian dari budaya Arab, wanita boleh terlibat dalam interaksi bebas di ruang publik, menganggap aturan poligami sebagai aturan yang merendahkan wanita, wanita sama dalam jumlah persaksian hukum termasuk pula harus sama dalam pembagian harta waris serta jika wanita punya masa iddah maka harusnya laki-laki juga demikian. Itulah yang kalian suarakan dengan menyelisihi aturan Allah swt.
Tidakkah sebagai suatu tindakan yang dapat menyakiti Allah swt ?, disaat Allah dan rasulullah melarang tentang ikhtilat dan berkhalwat serta semua perilaku yang meendekati zina namun kalian bahkan mengajak orang untuk menonton tindakan pacaran yang mendekati zina yang dipampang melalui karya-karyamu bahkan dilakukan justifikasi pada para pencari ilmu agama Allah? Bahkan lebih parah lagi disaat Allah melarang perbuatan zina sebagai perbuatan keji, lalu kalian memperbolehkannya dengan memutarbalikkan dalil yang ada.
Tidakkah sebagai suatu tindakan yang dapat menyakiti Allah swt ?, disaat Rasulullah saw sangat mencintai keluarganya dan keturunannya dengan sepenuh cinta sebagaimana terungkap dalam sabdanya :
عن أبي سَعِيْد الخُذْرِي قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنَّنِيْ تَارِكٌ فِيْكُمُ الثَّقَلَيْنِ كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِي أهْلُ بَيْتِيْ. رواه الترمذي
Dari Abi Said al-Khudri ia berkata, Rasululla SAW bersabda, ”Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullah Al-Qur’an dan keluargaku.” (HR at-Tirmidzi)
Tidakkah mereka sadar bahwa tidaklah dianggap mencintai nabi apabila tidak mencintai keluarga nabi, sebagaimana sabda nabi
أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ وَأَحِبُّونِي بِحُبِّ اللَّهِ وَأَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي بِحُبِّي
“Cintailah Allah karena nikmat yang diberikan kepada kalian cintailah aku karena kecintaan (kalian) kepada Allah, dan cintailah Ahlul Baitku karena kecintaan (kalian) kepadaku.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Segala sesuatu ada asasnya, dan asas islam adalah mencintai Rasulullah dan ahli baitnya.”
Bahkan jika seseorang membenci keluarga nabi maka sebenarnya mereka telah mengambil jalan menuju neraka. Sebagaimana sabda nabi :
فلو أن رجلا صفن بين الركن والمقام فصلى صام ثم لقى الله وهو مبغض لأهل بيت محمد دخل النار
حديث حسن صحيح على شرط مسلم
“Seandainya seorang beribadah diantara rukun dan maqam (di depan Ka’bah) kemudian dia bertemu Allah Subhanahu Wata’ala dalam keadaan dia benci pada keluarga Muhammad, niscaya dia akan masuk neraka.” (HR. Hakim)
Bahkan secara tegas nabi mengatakan bahwa mereka yang membenci bahkan mencaci dan mendhalimi keluarga nabi dipastikan tidak akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw . Sebagaimana yang diiriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya al-Kabir, dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda :
… فَإِنَّهُمْ عِتْرَتِي , خُلِقُوا مِنْ طِيْنَتِي , وَرُزِقُوا فَهْمِي و عِلْمِي , فَوَيْلٌ لِلْمُكَذِّبِيْنَ بِفَضْلِهِمْ مِنْ أمَّتِي الٌقَاطِعِيْنَ مِنْهُمْ صِلَتي لاَ أنْزَلَهُمُ الله شَفاعَتِي .
“… Mereka adalah keturunanku dan diciptakan dari tanahku serta dikaruniai pengertian dan ilmuku. Celakalah dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka, dan memutuskan hubungan denganku melalui (pemutusan hubungan dengan) mereka. *Allah tidak akan menurunkan syafa’atku kepada orang-orang seperti itu”.
Tidakkah sebagai sebuah tindakan yang menyakiti Allah dan Rasulullah manakala Allah swt telah ridho kepada Rasulullah dan para sahabatnya dan pula disaat Rasulullah juga sangat mencintai sahabatnya dan sangat memuliakan mereka kemudian ada sebagian dari kalian yang merendahkan, mencaci bahkan melaknat para sahabat Nabi yang mulia itu. Tidakkah sadar bagi kalian para pencaci sahabat nabi dengan sabda Nabi berikut :
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَا تَسُبُّوْا أصْحَابِي لَا تَسُبُّوْا أصْحَابِي فَوَ الّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أنَّ أحَدَكُمْ أنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أدْرَكَ مُدَّ أحَدِهِمْ وَلَا تَصِيْفَه.ُ رواه مسلم
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mencaci para sahabat, janganlah kalian mencaci sahabatku! Demi Dzat Yang Menguasaiku, andaikata salah satu diantara kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala nafkah itu) tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau setengahnya dari (nafkah) mereka.” (HR Muslim).
Tidakkah sebagai sebuah tindakan yang menyakiti Allah dan Rasulullah manakala disaat Rasulullah yang sangat mencintai ummatnya dan sangat memuliakan para penerusnya, yaitu para ulama sebagai pelanjut dan pewaris para nabi ( al ulamaa’ wa ratsatul anbiyaa’). Namun engkau malah membencinya, menghina, memperolok-oloknya, melecehkannya dan mengkriminalisasikannya serta menghalangi jalan perjuangannya dengan mempersekusinya hanya karena berbeda dengan keinginan dan kepentingan yang sedang kalian kejar. Rasulullah marah pada mereka yang memperlakukan ulama dengan cara yang hina, sebagaimana diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Tidak termasuk umatku orang-orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dari kami, menyayangi yang lebih muda dari kami, dan tidak mengetahui hak seorang ulama”. (H.R Ahmad: V/ 323 dan al-Hakim)
Sehingga pantaslah ancaman dan pengumuman tantangan perang dari Allah swt bagi para pembenci dan pelaku kriminalisasi ulama. Sebagaimana disebutkan dalam hadist qudsi :
إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحربِ ، وما تقرَّب إليَّ عبدي بشيءٍ أحبَّ إليَّ ممَّا افترضتُ عليه ، وما يزالُ عبدي يتقرَّبُ إليَّ بالنَّوافلِ حتَّى أُحبَّه ، فإذا أحببتُه : كنتُ سمعَه الَّذي يسمَعُ به ، وبصرَه الَّذي يُبصِرُ به ، ويدَه الَّتي يبطِشُ بها ، ورِجلَه الَّتي يمشي بها ، وإن سألني لأُعطينَّه ، ولئن استعاذني لأُعيذنَّه ، وما تردَّدتُ عن شيءٍ أنا فاعلُه ترَدُّدي عن نفسِ المؤمنِ ، يكرهُ الموتَ وأنا أكرهُ مُساءتَه
“Sesungguhnya Allah berfirman: “Barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan peperangan kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amal shaleh) yang lebih Aku cintai dari pada amal-amal yang Aku wajibkan kepadanya (dalam Islam), dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal tambahan (yang dianjurkan dalam Islam) sehingga Aku-pun mencintainya. Lalu jika Aku telah mencintai seorang hamba-Ku, maka Aku akan selalu membimbingnya dalam pendengarannya, membimbingnya dalam penglihatannya, menuntunnya dalam perbuatan tangannya dan meluruskannya dalam langkah kakinya. Jika dia memohon kepada-Ku maka Aku akan penuhi permohonannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan berikan perlindungan kepadanya. Tidaklah Aku ragu melakukan sesuatu yang mesti aku lakukan seperti keraguan untuk (mencabut) nyawa seorang yang beriman (kepada-Ku), dia tidak menyukai kematian dan Aku tidak ingin menyakitinya” (HR al-Bukhari 5/2384, no. 6137).
Untuk itulah jika kita benar-benar mencintai Allah swt dan Rasulullah adalah dengan menjaga agamaNya melalui tindakan kepedulian dan keberpihakan kita. Termasuk dalam tindakan menjaga dan berpihak adalah dengan melakukan dakwah baik melalui lisan, tulisan hingga keteladanan sikap dengan penuh kesungguhan dan keistiqomahan bukan malah membenci, menyakiti dan mengkhianati perjuangan dakwah agama ini yang lurus. Karena hal demiikian hanya akan mengundang kemurkaan Allah dan kebencian dari Rasulullah. Na’udzu billahi min dzalik.
Semoga hati kita tetap diberi bimbingan dan keistiqomahan dalam menjalani amal kebaikan hingga mampu mendapatka ridhoi dariNya. Aamiiin…
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar