Islam adalah agama rahmat bagi semesta. Kehidupan sosial yang ingin dibangun oleh islam adalah realitas kehidupan penuh harmoni, yaitu realitas yang saling tepo seliro, saling menghormati, saling mendukung, saling membantu, saling kerjasama dan sebagainya. Dalam bingkai inilah kemudian kehidupan berkompetisi dalam kebaikan (fastabiqul khairat) yang dianjurkan sebab akan melahirkan produktifitas dan kebaikan demi kemashlahatan bersama. Bukanlah kompetisi dalam bingkai saling merendahkan dan meremehkan, sebab dalam tindakan demikian akan melahirkan pertikaian, sengketa dan permusuhan hingga perpecahan (disharmoni).
Islam sangat menekankan komunikasi yang dilakukan antar manusia berada dalam harmoni dan menjauhkan disharmoni. Dengan mengedepankan hati dan perasaan sebagai alat menimbang dan seleksi setiap pesan yang akan diproduksi. Manakala hati telah kehilangan kendali dalam setiap pesan maka sangat dimungkinkan pesan menjadi liar, sehingga saling mencela, mencaci dan mengejek antar individu. Sementara tindakan demikian sangatlah dilarang oleh Allah swt. Sebagaimana FirmanNya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. (QS. Al-Hujurat : 11)
Pelajaran berharga dari Rasulullah saw kepada seorang Arab yang tinggal di gunung ketika datang kepada Rasulullah SAW suatu hari. Dia meminta nasihat tentang agamanya. Maka beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah”. Kemudian”Jika ada orang yang mencelamu dengan sesuatu yang dia mengetahui ada padamu, maka jangan kamu mencela dia dengan sesuatu yang kamu ketahui ada padanya,” lanjut Nabi SAW, “Biarlah dia yang menanggung dosa, sedangkan kamu memeroleh pahala. Janganlah kamu sekalipun memaki sesuatu.”
Mencela orang lain sangatlah dilarang oleh agama karena akan berakibat celaan itu akan berbalik kepada diri kita. Jika seseorang mencela ayah seseorang maka sebenarnya celaan itu akan berbalik pada diri sang pencela. Suatu hari Rasulullah bersama Abu Bakar melewati sebuah kuburan di daerah Thaif bersama dua putra Said bin Ash. Kemudian Abu bakar bertanya, “kuburan siapakah ini”. Kemudian orang setempat mengatakan, “Ini makam Said bin Ash”. Tiba-tiba Abu Bakar menyatakan, “Mudah-mudahan Allah melaknat penghuni kuburan ini karena dia sewaktu hidup begitu memusuhi Allah dan Rasul-Nya”. Mendengar hal demikian kedua putra Said bin Ash tampak tidak suka. Lalu putra Said bin Ash
Wahai Rasulullah, inilah kuburan ayah kami, sosok yang memberi kami makan dan lebih banyak memenggal kepala daripada Abi Quhafah (gelar ayah Abu bakar).” Tidak terima dengan ucapan demikian, Abu Bakar melaporkannya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, pantaskah dia mengatakan demikian kepadaku? “. Rasulullah SAW lantas menyuruh Ibnu Said itu agar berhenti berkata demikian. Kemudian, beliau berkata pula kepada Abu Bakar, “Wahai Abu Bakar, jika engkau menyinggung orang kafir, maka sebutlah secara umum. Tidak boleh menyebut secara khusus (nama-nama) seperti itu karena akan membuat marah anak-anaknya.”
Demikian pula Allah swt melarang ummat islam untuk mencela dan mengejek Tuhan agama lain karena hal demikian akan berbalik mengejek Tuhan kita dengan lebih buruk. Sebagaimana berfirman Allah
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (QS. Al An’am: 108).
Seseorang yang mengejek dan mencela sesuatu sejatinya dia mencela Sang Pencipta segala sesuatu. Karena tidaklah ada suatu tindakan yang dilakukan oleh makhluk kecuali Allah swt berkuasa atas segala sesuatu. Sehingga tidaklah pantas seseorang mencela atas sesuatu. Karena sekalipun seseorang melakukan kejelekan maka bukanlah pada pribadi seseorang celaan itu ditujukan, melainkan atas perbuatan jeleknya secara umum. Demikianlah yang diajarkan oleh Rasulullah saw dalam menanggapi suatu keburukan tindakan seseorang. Jadi batasan dalam melakukan kritik dan penilaian adalah pada perilakunya bukan pada individu personalnya. Sebab hidayah dapat datang kapanpun saja kepada siapa saja. Dengan mengingatkan atas kesalahan dan keburukan perilaku maka hal demikian dapat membuka peluang terbuka dan turunnya hidayah Allah swt pada seseorang tersebut dan atau orang lain.
Karena itulah janganlah mengejek, menghina, mencela, menjelek-jelekkan karena hal demikian akan mencipta komunikasi yang disharmoni dan dapat menjauhkan serta merusak hubungan antar individu. Perselisihan, pertikaian dan perpecahan hanyalah akan menghilangkan keberkahan bagi para pelakunya.
Semoga diri kita dijauhkan dari perilaku komunikasi yang disharmoni tersebut. Dan semoga Allah menguatkan ukhuwah diantara kita. Semoga Allah mengampuni dosa kita. Aamiiin…