Kanal24 – Hari Bhayangkara merupakan momentum tepat mengenang figur polisi yang melekat di hati masyarakat sebagai simbol integritas, kejujuran, dan keberanian. Salah satu sosok paling dikenang adalah Hoegeng Iman Santoso, mantan Kapolri ke‑5 yang menjabat antara 1968–1970. Ia dikenal luas sebagai “polisi paling jujur” di Indonesia, bahkan dipuji Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai teladan moral di tubuh Kepolisian
Jejak Karir Hoegeng
Hoegeng lahir di Pekalongan pada 14 Oktober 1922 dengan nama Iman Santoso. Ia tumbuh dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai kesederhanaan dan kejujuran. Ketertarikannya pada dunia hukum dan kepolisian membawa Hoegeng menempuh pendidikan di Rechtshoogeschool (RHS) Batavia, yang kemudian dikenal sebagai Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Setelah menyelesaikan studi, Hoegeng melanjutkan pelatihan kepolisian di Militer Police School di Fort Gordon, Amerika Serikat.
Kariernya di kepolisian dimulai di berbagai wilayah, termasuk Jawa Timur dan Sumatera Utara, di mana ia dikenal sebagai figur yang tegas, disiplin, dan tidak kompromi terhadap kejahatan. Ketika menjabat sebagai Kepala Reskrim di Surabaya, ia mengungkap berbagai kasus besar, yang memperkuat reputasinya sebagai polisi yang andal dan berintegritas.
Kapolri dan Reformasi Kepolisian
Pada 1968, Hoegeng diangkat sebagai Kapolri oleh Presiden Soeharto. Dalam jabatan ini, ia langsung membuktikan komitmennya terhadap integritas. Salah satu langkah paling monumental dalam kariernya adalah pembongkaran jaringan penyelundupan mobil mewah di Pelabuhan Tanjung Priok. Kasus ini menjadi bukti bahwa Hoegeng tidak gentar menghadapi tekanan, termasuk dari pihak-pihak berpengaruh.
Namun, keberanian Hoegeng dalam menindak korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan membuat masa jabatannya sebagai Kapolri relatif singkat. Ia diberhentikan pada 1971, sebuah langkah yang dianggap banyak pihak sebagai akibat dari keberaniannya melawan arus politik yang korup.
Karakter Kuat dan Teladan
Hoegeng dikenal karena gaya hidup yang sederhana, jauh dari kemewahan. Ia menolak pemberian dalam bentuk apa pun yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Salah satu kisah terkenal adalah penolakannya terhadap hadiah mobil mewah dari seorang pengusaha. Sikap ini mencerminkan integritasnya yang kokoh dan komitmen terhadap prinsip keadilan.
Tidak hanya dikenal karena kejujurannya, Hoegeng juga seorang pemimpin yang humanis. Ia sering menyapa staf secara langsung setiap pagi dan menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan bawahannya. Dalam pandangan Hoegeng, pemimpin adalah pelayan yang harus mendahulukan kepentingan rakyat dan institusi dibandingkan kepentingan pribadi.
Pada era modern, di mana korupsi, nepotisme, dan politisasi sering mencemari institusi penegak hukum, sosok Hoegeng menjadi pengingat pentingnya integritas. Ia menunjukkan bahwa kepercayaan publik dibangun dari tindakan nyata, bukan sekadar retorika. Ketika Gus Dur menyebutnya sebagai salah satu dari “tiga polisi jujur di Indonesia,” pengakuan ini menegaskan status Hoegeng sebagai teladan moral.
Relevansi Nilai-Nilai Hoegeng
Di tengah tantangan institusional saat ini, nilai-nilai yang dianut Hoegeng tetap relevan. Kejujuran, transparansi, dan keberanian adalah pilar yang harus menjadi landasan dalam reformasi institusi penegak hukum. Publik membutuhkan figur yang dapat dipercaya, dan Hoegeng telah menunjukkan bahwa hal tersebut bukanlah impian kosong.
Sebagai contoh, dalam pemberantasan korupsi, Hoegeng menempatkan dirinya di garis depan. Ia tidak gentar menghadapi tekanan politik atau ancaman. Ini adalah pelajaran penting bagi generasi baru aparat penegak hukum: integritas tidak hanya soal kata-kata, tetapi tindakan nyata yang konsisten.
Hoegeng meninggal dunia pada 14 Juli 2004, namun warisannya tetap hidup. Setiap Hari Bhayangkara, kisah hidupnya menjadi pengingat akan potensi besar yang dimiliki Kepolisian Republik Indonesia ketika dipimpin oleh individu yang berintegritas. Dalam banyak kesempatan, nama Hoegeng diabadikan sebagai simbol kejujuran dalam berbagai seminar dan pelatihan kepemimpinan.
Dengan mengenang Hoegeng, masyarakat tidak hanya melihat masa lalu, tetapi juga belajar untuk membangun masa depan yang lebih baik. Keberanian dan integritasnya adalah warisan abadi yang harus diteruskan oleh setiap generasi polisi, serta menjadi inspirasi bagi masyarakat luas.(Din)