Kanal24, Malang – Isu otonomi desa tidak lagi sekadar wacana teknis pemerintahan, melainkan fondasi penting bagi pembangunan Indonesia dari akar rumput. Desa kini menjadi laboratorium demokrasi, sumber daya, dan sosial budaya yang menentukan arah pembangunan nasional. Karena itu, gagasan akademik tentang desa perlu terus digelorakan dan dipertemukan dengan praktik di lapangan. Semangat inilah yang mengemuka dalam acara Bedah Buku “Satu Dasawarsa Perjalanan Otonomi Desa” yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) di Auditorium Nuswantara, Rabu (24/9/2025).
Ketua pelaksana sekaligus editor buku “Satu Dasawarsa Perjalanan Otonomi Desa”, Dr. Muhtar Haboddin, S.I.P., M.A., menjelaskan bahwa buku ini lahir dari gagasan Dekan FISIP, Dr. Ahmad Imron Rozuli, untuk memperkuat jejaring akademik lintas kampus.

“Dalam buku itu ada sekitar 15 sampai 16 penulis yang mewakili berbagai daerah, mulai Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Unsoed Purwokerto, hingga Surabaya. Jadi, semangatnya bukan hanya besar di dalam UB, tetapi juga berteman dengan kampus lain untuk membangun jaringan sekaligus memperkuat kapasitas kita sebagai pengajar,” ungkapnya.
Lebih jauh, Muhtar menekankan pentingnya forum bedah buku sebagai ruang pertukaran gagasan. Menurutnya, karya akademik yang lahir dari kampus harus kembali diperdebatkan di kampus agar relevansinya terus hidup. “Kami ingin menghadirkan penulis dan nonpenulis, sehingga mahasiswa bisa melihat dosennya juga menghasilkan karya. Harapannya, mahasiswa punya antusiasme untuk ikut menulis,” jelasnya.
Acara ini menarik antusiasme lebih dari 150 peserta, sebagian besar mahasiswa dari berbagai program studi seperti pemerintahan, politik, hingga sosiologi yang memiliki fokus kajian desa. Menariknya, forum ini juga dihadiri perwakilan dari KPU, pemerintah daerah, hingga sejumlah kepala desa. Meski Babinsa yang semula diundang berhalangan hadir, Muhtar menilai kehadiran para pemangku kepentingan menunjukkan bahwa kajian desa menjadi perhatian banyak pihak.

“Kalau kita bayangkan, meski nama mata kuliahnya berbeda-beda, objek yang digarap sebenarnya sama, yakni desa. Jadi forum ini mudah diterima karena lintas disiplin,” ujarnya.
Buku Satu Dasawarsa Perjalanan Otonomi Desa bukan satu-satunya karya yang digarap FISIP UB tahun ini. Muhtar menyebut setidaknya ada tiga buku yang disiapkan. “Selain buku yang kita launching hari ini, ada satu buku tentang 50 tahun perjalanan Pak Imron yang sempat tertunda, serta buku karya mahasiswa berjudul Dilema Integritas Perguruan Tinggi. Saat ini kami juga tengah menyiapkan karya tentang politik ekologi dan sumber daya desa, serta modul untuk persiapan sekolah kepemimpinan kader desa,” ungkapnya.
Melalui berbagai karya tersebut, FISIP UB menegaskan perannya sebagai pusat kajian desa yang bukan hanya menghasilkan teori, tetapi juga ikut membekali kader-kader pembangunan desa di masa depan.
“Semoga ini menjadi pintu masuk untuk berkarya bersama, tumbuh bersama, dan menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat,” pungkas Muhtar.