Dakwah merupakan ajakan kepada orang atau khalayak untuk beriman kepada Allah swt. Menurut Ilyas Ismail (2006), dakwah berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk mashdar dari kata da’a, yad’u, yang berrati seruan, ajakan atau panggilan. Dakwah tidak hanya berupa kata-kata, namun juga dapat berupa perbuatan kita. Dakwah juga memiliki arti sebagai doa atau permohonan kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 186;
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya :” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
Dalam pandemi Covid’19 sekarang ini, berdakwah harus tetap dilakukan. Dakwah harus terus hidup bagaimanapun kondisinya. Covid’19 bukanlah alasan bagi kita untuk berhenti menyerukan ajaran agama Allah swt. Namun, melalui Covid’19 haruslah menjadi momentum bagi kita untuk ikut andil dalam kegiatan berdakwah. Kecanggihan dan kemajuan dalam dunia teknologi komunikasi haruslah dimaksimalkan dengan baik, terlebih bagi generasi milenial atau yang sering dikenal dengan kaum rebahan.
Momentum seperti ini janganlah dilewatkan begitu saja. Sebenarnya inilah momentum yang sangat tepat bagi kaum rebahan yang jarang akan terulang kembali. Berdakwah melalui metode ceramah, pengajaran dan pendidikan rasanya tidak pas jika harus dilakukan bagi kaum rebahan. Namun, berdakwah juga dapat melalui tulisan. Karena sejatinya dakwah adalah bertujuan mendorong manusia agar berbuat kebajikan dan petunjuk, menyuruh mereka berbuat yang ma’ruf dan melarang mereka berbuat yang mungkar, agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat (Syekh Ali Mahfudz, 1952).
Berdakwah dengan tulisan merupakan hal yang cukup mudah terutama bagi kaum rebahan yang suka berkomentar dalam media sosial. Sangat banyak dijumpai saat ini kaum rebahan +62 (Indonesia) terkenal karena celoteh dan komentarnya di sosial media meskipun hal itu mengandung hujatan dan ujaran kebencian. Namun perlu disadari bahwa bakat kritis dan menuliskan pandangannya telah ada dan terbentuk. Hanya saja mereka tidak menyadarinya. Namun yang perlu dibenahi disini adalah pengubahan dalam tulisan atau komentarnya, yang semula berisi hujatan, sekarang haruslah berisi seruan dakwah. Hal ini sungguh disayangkan jika potensi yang ada itu digunakan dalam hal yang negatif dan bahkan juga dapat merugikan orang lain. Kaum rebahan bisa santai dan tenang dalam berdakwah yang seauai dengan semboyannya “rebahan is my life”. Mereka dapat membuat tulisan sebagai bentuk dakwah dalam masa pandemi ini.
Tentu akan sangat canggung dan malu bagi kaun rebahan jika harus berdakwah dengan langsung terjun ke masyarakat atau dengan bertatap langsung. Melalui tulisan, kaum rebahan bisa melakukannya dengan santai dirumah sambil menjaga diri dari Covid’19. Sesekali mereka juga dapat beristirahat, tidur dan mencari referensi jika perlu, yang dalam hal ini tidak dapat dilakukan dalam berdakwah secara langsung. Oleh karena itu sangatlah disayangkan jika kaum rebahan tidak ikut andil dalam berdakwah.
Perlu diketahui bahwa dakwah adalah wajib bagi setiap muslim. Allah swt. telah memerintahkan manusia dalam berdakwah, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran Surah Ali-Imran ayat 104;
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya :”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
melalui kecanggihan media teknologi seharusnya dapat dijadikan sarana dakwah bagi kaum rebahan. Inilah momentum besar bagi kaum rebahan untuk ikut andil dalam berdakwah disaat pandemi Covid’19 sedang melanda negeri ini. Covid’19 tidak mematikan inspirasi. Namun Covid’19 mengaktifkan imajenasi. Sekarang tergantung kepada kaum rebahan, apakah akan menggunakan potensinya dalam berhujat atau menggunakannya dalam berdakwah.
Penulis : Mas Rangga Yuda santri Pesantren Mahasiswa Tanwir Al-Afkar dan Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Malang