Kanal24, Malang — Di tengah perjuangan melawan ketidakadilan hak asasi manusia (HAM) yang masih terjadi hingga hari ini, satu nama tetap bergema kuat dalam ingatan bangsa—Munir Said Thalib. Seorang pejuang HAM yang tak kenal takut, Munir menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini.
Untuk mengenang dan melestarikan warisan perjuangan Munir, Universitas Brawijaya (UB) melalui Fakultas Hukum (FH) menunjukkan komitmennya dengan meresmikan Museum HAM Munir di Gedung B FH UB (27/8/2024). Museum ini didirikan bukan hanya sebagai pengingat masa lalu, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran dan refleksi tentang pentingnya hak asasi manusia di tengah tantangan zaman.
Perjuangan Munir yang tak kenal lelah dalam mengadvokasi hak asasi manusia, terutama di masa-masa sulit ketika pembungkaman dan represi sering terjadi, menjadi inspirasi bagi banyak orang. Munir dikenal karena keberaniannya mengungkap pelanggaran HAM dan memperjuangkan keadilan, sering kali dengan risiko besar terhadap dirinya sendiri.
Sayangnya, perjuangannya terhenti secara tragis ketika ia dibunuh dalam sebuah penerbangan ke Belanda pada tahun 2004, peristiwa yang hingga kini menjadi simbol perjuangan HAM di Indonesia.
Menghormati semangat perjuangan ini, Universitas Brawijaya meresmikan museum yang diharapkan akan menjadi pusat kajian HAM dan tempat refleksi atas nilai-nilai kemanusiaan. Acara peresmian ini berlangsung khidmat, dihadiri oleh akademisi, aktivis HAM, serta mahasiswa, untuk mengenang dan merayakan warisan perjuangan Munir.
Peresmian museum ditandai dengan prosesi pemotongan pita oleh Dekan Fakultas Hukum UB, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum., didampingi oleh Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Sumber Daya Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Ali Safaat, S.H., M.H. Setelah pemotongan pita, keduanya menandatangani plakat sebagai tanda resmi dibukanya museum untuk umum.
Dalam sambutannya, Dr. Aan Eko Widiarto menegaskan bahwa pendirian museum ini adalah langkah konkret untuk melanjutkan perjuangan Munir dalam membela HAM.
“Peresmian Museum HAM Munir ini adalah bentuk nyata dari dedikasi kami untuk menghormati dan melanjutkan perjuangan Munir dalam menegakkan keadilan dan hak asasi manusia di Indonesia. Kami berharap museum ini menjadi pusat edukasi dan refleksi bagi seluruh masyarakat, terutama generasi muda, tentang pentingnya menjaga HAM,” ujarnya.
Sementara itu, Prof. Ali Safaat menambahkan bahwa museum ini memiliki nilai penting untuk mengingat perjuangan Munir yang gigih dalam memperjuangkan HAM.
“Ini adalah langkah penting dalam menjaga memori tentang perjuangan Munir tetap hidup. Saya berharap museum ini tidak hanya menjadi tempat mengenang, tetapi juga menjadi inspirasi bagi semua untuk terus berjuang demi keadilan dan HAM di negeri ini,” ungkapnya.
Museum HAM Munir di Gedung B Fakultas Hukum UB ini akan menampilkan berbagai koleksi yang menggambarkan perjalanan hidup dan perjuangan Munir, termasuk dokumen penting, foto, dan artefak lain yang menggambarkan dedikasinya terhadap penegakan HAM. Melalui museum ini, diharapkan publik dapat lebih memahami konteks perjuangan HAM di Indonesia dan terinspirasi untuk terus memperjuangkannya.
Acara peresmian diakhiri dengan tur keliling museum, di mana para tamu undangan diberi kesempatan untuk melihat langsung berbagai pameran yang dipajang.
Dengan adanya museum ini, Universitas Brawijaya berharap dapat menjadi pengingat akan pentingnya perjuangan HAM dan menginspirasi generasi muda untuk melanjutkan upaya memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia di Indonesia.(rma/din)