Segala tindakan sangat dipengaruhi oleh niat atau motif seseorang. Jika tindakan adalah suatu aksi, perbuatan atau perilaku seseorang dalam mencapai tujuan, maka motif adalah dorongan seseorang untuk melakukan tindakan karena suatu kebutuhan tertentu. Kualitas tindakan sangat ditentukan oleh substansi nilai dan tingkat kekuatan niat. Niat ibarat pondasi sebuah bangunan. Kekuatan dinding dan bangunan yang ada di atasnya sangat ditentukan oleh konstruksi pondasinya. Bagaimana sikap dan tindakan seseorang (termasuk dalam tindakan adalah segala produksi komunikasi seseorang baik verbal maupun non verbal) yang ditampilkan oleh seseorang sebenarnya menjelaskan secara gamblang tentang apa yang menjadi bangunan niat yang memenuhi pikiran dan menjadi tindakan. Seseorang yang bersemangat dalam menjalankan bisnisnya hingga menghabiskan waktu domestiknya kemudian dengan penuh semangat pula berbagi dengan orang lain, hal ini sangat mungkin disebabkan bahwa niat yang ada dalam dirinya dan memenuhi pikirannya yang mengatakan bahwa jika ingin berkah dan bertambah rezeqinya maka kuatkan usaha dan bersedahkah.
Demikian pula seseorang yang melakukan tindakan korupsi bisa jadi menjelaskan secara gamblang atas apa yang ada dalam pikirannya berupa niat kuat dalam diri untuk mengumpulkan sejumlah materi guna menutupi berbagai proses transaksi politik yang telah dilakukan sebelumnya dalam menduduki jabatan politik tertentu atau niat memenuhi kebutuhan materi lainnya tanpa sebuah nilai kebaikan dan kejujuran yang membingkainya.
Tindakan seseorang adalah tumpahan secara nyata dari apa yang ada dalam pikiran seseorang berupa niat dan nilai-nilai yang membingkai dan mengkonstruksi tindakan nyata. Niat dan nilai-nilai memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi tindakan seseorang sebab tidak ada satupun tindakan yang terlahir dengan tiba-tiba tanpa niat dan nilai yang mengkonstruksi sebelumnya. Sehingga pantaslah para ulama menempatkan hadist nabi tentang niat diawal bab dalam kitabnya sebelum menjelaskan persoalan lainnya.
Bahkan bagi seorang muslim, niat adalah hal utama melebihi amalnya atau lebih utama daripada sekedar sebuah tindakan sebab sebuah tindakan dapat bernilai sebab niatnya. Sebagaimana sabda nabi :
نِيةُ المُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Artinya: “Niat seorang mukmin lebih utama dari pada amalnya.”
Jika pahala sebuah amal tindakan adalah hal yang bersifat mafhum, maka niat sebelum amal telah dinilai sekalipun amal perbuatan atau tindakan belum dilaksanakan. Seseorang yang berniat kebaikan dan mewujudkannya maka baginya nilai yang berlipat. Seseorang berniat kebaikan namun tidak mewujudkannya maka tetap baginya nilai kebaikan. Bahkan seseorang yang berniat keburukan namun tidak jadi mewujudkannya (tentu dengan sadar dan karena takut pada Allah swt) maka baginya nilai kebaikan karena mengurungkannya. Disinilah nilai sebuah niat dalam tindakan.
Karena itu disinilah pentingnya upaya selalu menata ulang niat. Sekalipun mungkin disaat awal langkah seseorang meniatkan negatif atas rencana suatu tindakan tertentu namun di tengah perjalanan kemudian tersadar bahwa niat langkahnya salah dan kurang tepat kemudian mengurungkannya lalu merevisi niat itu kembali menjadi berada dalam jalan yang baik dan benar maka bagianya dua nilai kebaikan, yaitu nilai mengurungkan niat keburukan dan revisi penetapan menjadi niat kebaikan. Sehingga selagi ada waktu dan kesempatan selalulah pikirkan bagaimana niat dan motivasi kita dalam menapaki suatu rencana langkah, jika sekiranya niat awal tidak baik maka bersegeralah melakukan revisi niat agar langkah yang akan dilalui tidak salah yang berakibat pada ketidakbermaknaan.
Merevisi niat bukanlah sebuah kegagalan. Bahkan mungkin bisa menjadi indikator keberhasilan, manakala niat sebelumnya adalah sebuah keburukan. Dan memang selayaknya seseorang yang memiliki kesadaran perlu selalu dan segera melakukan revisi niat keburukannya atau niat baiknya yang bercampur keburukan kemudian membersihkannya agar benar-benar bersih tanpa noda sedikit pun. Peluang merevisi niat dimaksudkan agar niat seseorang selalu lurus dan tidak bengkok yang akan menjerumuskan pada kesalahan yang lebih fatal lagi. Sebagaimana semangat yang diinspirasikan dalam kalimat “ihdinash shirathal mustaqim” (tunjuki kami ke jalan yang lurus) yang dibaca berulang-ulang setiap saat minimal 17 kali sehari yang memberikan sebuah pesan perlunya selalu merevisi niat dan langkah mungkin dalam sehari (24 jam) yang dilalui sempat tergelincir dari jalan yang lurus, kemudian dikembalikannya lagi pada rel atau jalan yang semestinya.
Lurusnya niat, itulah yang selalu dituntut dalam islam agar seorang muslim selalu berada dalam jalan kebenaran sekalipun pasti selalu ada sesi perjalanan yang mungkin salah. Namun itulah manusia, dinamakan manusia karena seringkali lupa (سمي الإنسان لنسيانه). Dalam konteks inilah maka janganlah berlama-lama dalam ketidaksadaran dan membiarkan diri dalam kesalahan tindakan akibat niat yang tidak lagi lurus.
Karena itu, jika seseorang ingin berkah kehidupannya dan selalu bahagia jalan yang dilaluinya maka niatkan setiap tindakan yang akan dilakukan untuk banyak memberikan kemanfaatan dan kebaikan bagi sesama sebagai modal untuk menapaki jejak kebaikan bagi kehidupan. Hidup sejatinya adalah memberi dan menerima, menanam dan memanen. Apa yang kita lakukan hari ini sejatinya adalah upaya kita menanam. Jika yang kita tanam adalah kebaikan maka kita akan memanen kebaikan. Demikian pula sebaliknya. Karena hanya dengan kebaikan dan kemanfaatan seseorang akan dapat terus bertahan dalam kehidupan. Diri fisik boleh berbatas waktu, namun kebermaknaan tak lekang oleh zaman.
Semoga Allah swt selalu melindungi kita dan membimbing di jalan-Nya. Semoga langkah kita diridhoi oleh-Nya. Aamiiin..
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir Al Afkar