KANAL24, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan permintaan kredit perbankan masih terbatas hingga September 2019 atau akhir kuartal III-2019 sebagai imbas dari perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional dan juga global. Adapun dari sisi likuiditas, tak ada masalah di perbankan.
Selain itu dari sisi kualitas pembiayaan, OJK mencatat rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross meningkat menjadi 2,66 persen pada September 2019 dibandingkan Agustus 2019 yang 2,5 persen. Sektor kredit terhadap industri batu-bara menjadi penyebab utama kenaikan kredit bermasalah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat dengan Komisi XI di DPR, Jakarta, Senin (18/11/2019), mengatakan pertumbuhan kredit hingga September 2019 masih jauh dari ekspetasi regulator tahun ini sebesar dua digit atau di atas sembilan persen (yoy). Pada September 2019, pertumbuhan kredit perbankan hanya 7,9 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Wimboh menampik lesunya permintaan kredit hingga September 2019 karena seretnya likuiditas atau kemampuan permodalan perbankan.
“Ini karena permintaannya (demand) kredit sedikit. Bukan masalah modal atau likuiditas. Ini tercermin dari kondisi ekonomi makro,” kata Wimboh.
Namun di sisa tahun, Wimboh berharap kredit investasi dapat menopang perbaikan pertumbuhan fungsi intermediasi perbankan, terutama untuk investasi infrastruktur. Jika kredit investasi meningkat, dia meyakini kredit konsumsi dan modal kerja akan turut membaik.
Per September 2019, kredit investasi tumbuh paling moncer hingga 12,8 persen, sedangkan kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing tumbuh 5,9 persen dan 6,8 persen.
“Kami agak ada harapan, karena kredit investasi besar hingga September 2019 bisa naik 12,8 persen. Ini tentunya jadi basis yang bagus bahwa ini membrikan pemicu untuk nanti peningkatan kredit di modal kerja. Karena biasanya proyek itu investasi dulu, investasi mesin, buka lahan, dan sebagainya. Ini kelihatannya ada tanda-tanda ke sana,” ujar dia. (sdk)