Kanal24, Malang – Dalam menanggapi maraknya pengajuan Amicus Curiae kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 (PHPU Tahun 2024), Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum, pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB), memberikan pandangannya.
“Amicus Curiae, atau ‘Friend of the Court’ dalam bahasa Inggris, memiliki akar sejarah dalam hukum Roman yang turut membentuk sistem hukum Indonesia,” ungkap Dr. Aan (19/4/2024). “Meski asalnya dari hukum Roman, konsep ini berkembang pesat di negara-negara Common Law seperti Inggris, Persemakmuran, dan Amerika Serikat.”
Dr. Aan juga menjelaskan bahwa Amicus Curiae diajukan oleh pihak luar yang memiliki kepedulian terhadap proses peradilan, dengan tujuan memberikan penjelasan atau pandangan terhadap perkara yang sedang diadili. Meskipun dianggap sebagai intervensi, Amicus Curiae sebenarnya adalah wadah partisipasi masyarakat dalam proses peradilan, bukan sebagai alat bukti.
“Partisipasi masyarakat melalui Amicus Curiae menjadi penting dalam kasus-kasus yang menarik perhatian publik, seperti PHPU,” lanjutnya. “Dengan memberikan pandangan kepada hakim, Amicus Curiae diharapkan dapat memperkaya sudut pandang dalam pengambilan keputusan, menjadikan proses peradilan lebih inklusif dan mewakili aspirasi masyarakat.”
Dr. Aan juga menyoroti pentingnya peran hakim dalam mengakomodasi berbagai pandangan, baik dari para pihak yang berperkara maupun dari masyarakat umum.
“Pengambilan keputusan oleh hakim haruslah berdasarkan bukti-bukti yang ada, termasuk pandangan yang disampaikan melalui Amicus Curiae. Hal ini diharapkan dapat memastikan keputusan yang dihasilkan benar-benar representatif dan paripurna.”
Dengan demikian, partisipasi melalui Amicus Curiae diharapkan dapat menjadi kontribusi positif dalam penyelesaian kasus PHPU 2024, menjadikan proses peradilan lebih transparan dan adil bagi semua pihak yang terlibat.(din/sdk)