Kanal24, Malang – Unit kearsipan UB menggelar pameran arsip dengan tema “Jejak Sang Pemimpin”. Menjadi salah satu rangkaian dalam memperingati Hari Kearsipan Nasional Tahun 2023, pameran digelar secara dua kali, yaitu 15 – 17 Mei 2023 di Area Halaman Gedung Perpustakaan UB, dan 19 & 20 Mei 2023 di Koridor Rektorat UB.
Bobby selaku Tim Unit Kearsipan UB, mengatakan konsep pameran arsip yang ditampilkan memang arsip rektor dari awal berdiri sampai sekarang. Pameran menampilkan potret Rektor dari masa ke masa dan kilas balik Universitas Brawijaya.
“Berbagai arsip ditampilkan mulai dari profil seluruh para rektor UB hingga berbagai kegiatan yang telah dilakukan ketika menjabat” katanya.
Ia menjelaskan, tujuan diadakannya pameran kearsipan agar civitas akademik tahu akan sosok Rektor UB dari tahun ke tahun dan menampilkan sejauh mana Universitas Brawijaya berjalan di kancah nasional.
“Pada zaman Pak Achmady menjabat sebagai rektor, UB dikunjungi oleh Presiden Soeharto. Kemudian, ketika Pimnas kita dikunjungi oleh menteri pendidikan. Zaman rektor kedua, UB mendapat kunjungan dari atasan kebudayaan Amerika dan mendapat bantuan buku. Dilihat dari sejarah, akhirnya kita tau bahwa dari awal hingga sekarang UB sudah dikenal secara nasional.” jelas Bobby.
Bobby menilai, kegiatan pameran ini tidak hanya memberikan pengetahuan terkait sejarah UB kepada civitas akademik saja, tetapi juga memberikan kesadaran bagi para unit arsip bahwa kearsipan memang harus dirawat dan diperlakukan secara baik.
Suasana Pameran Kearsipan (Sukana/Kanal24)
Selanjutnya, respon publik pengunjung juga positif terhadap pameran kearsipan tersebut. Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kewirausahaan Mahasiswa, Dr Setiawan Noerdajasakti, SH., MH menyampaikan bahwa Universitas Brawijaya sekarang telah berskala Internasional. Tentu prosesnya sangat panjang dan ini penting untuk diketahui oleh generasi-generasi berikutnya melalui pameran tersebut.
“Sekarang ini, UB menjadi universitas Internasional tidak datang secara ujuk-ujuk, melainkan melalui proses yang sangat panjang. Itupun tidak berawal dari sejak berdirinya UB. Sebelum UB didirikan, masih ada perguruan tinggi swasta, seperti sekolah hukum, sekolah pertanian, dsb yang ingin mendapatkan status perguruan tinggi negeri. Perguruan tinggi tersebut akhirnya merger dan menjadi Universitas Brawijaya pada tahun 1963. Setelah itu baru berkembang lagi.” jelas Dr. Sakti.
Ia menambahkan, jumlah fakultasnya pun tidak langsung sebanyak 18 fakultas. Hal-hal seperti ini yang dinilai pentingnya mengumpulkan data-data kearsipan dan penelusuran sejarah, agar orang tau proses perjalanannya seperti apa.
Dr. Sakti berpesan bagi para mahasiswa UB untuk memahami sejarah, terkhusus sejarah atas tempatnya menempuh ilmu.
“Mahasiswa saat ini bermacam-macam, ada yang peduli dengan sejarah dan ada juga yang tidak begitu mementingkan sejarah. Minat mahasiswa terhadap sejarah perguruan tinggi dimana dia sekolah harus ditelusuri. Kalau tidak paham sejarah, nantinya seseorang bisa melakukan hal yang bertentangan dengan sejarah. Sejarah dianggap penting supaya sejarah yang satu dengan yang lainnya saling terkait.” tutur Dr. Sakti.
Lebih lanjut, pameran kearsipan UB terbuka untuk umum, tidak hanya bagi civitas akademik UB saja dan diadakan dalam waktu yang terbatas. (rbs)