Kanal24, Malang — Sebagai upaya memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap ragam bahasa hukum yang menjadi dasar dalam praktik profesi hukum, Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) menyelenggarakan Pelatihan Bahasa Hukum di Auditorium lantai 6 Gedung A FH UB pada Selasa (21/10/2025). Kegiatan ini dihadiri ratusan mahasiswa yang antusias mendalami penggunaan bahasa hukum secara tepat dan profesional. Acara dibuka secara resmi oleh Dekan FH UB, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum, serta menghadirkan dua narasumber ahli, yaitu Dr. dr. Muhammad Sinal, S.H., M.H., M.Pd. dari Politeknik Negeri Malang dan Ibnu Sam Widodo, S.H., M.H. dari Fakultas Hukum UB.
Menyiapkan Mahasiswa Hadapi Dunia Profesional
Ketua Pelaksana sekaligus Kepala Laboratorium Hukum FH UB, Dr. Dewi Cahyandari, S.H., M.H., menjelaskan bahwa pelatihan ini ditujukan terutama bagi mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi dan bersiap menghadapi rangkaian ujian akhir. “Mahasiswa tingkat akhir perlu memperkuat pemahaman mereka tentang bahasa hukum agar siap menghadapi sidang proposal, seminar hasil, hingga ujian komprehensif. Selain itu, ketika mereka lulus nanti, kemampuan ini akan menjadi modal penting dalam dunia kerja,” ujarnya.
Baca juga:
Pelatihan Hukum Acara MK Kupas Isu Konstitusional

Menurut Dewi, penggunaan bahasa hukum berbeda dari bahasa Indonesia umum karena memiliki struktur, istilah, dan corak yang khas. Bahasa hukum menuntut ketelitian, konsistensi makna, serta kemampuan penalaran yang tinggi dalam menafsirkan teks peraturan. Oleh karena itu, Laboratorium Hukum FH UB menilai penting memberikan bekal ini secara sistematis kepada mahasiswa.
“Pelatihan ini diikuti sekitar 400 mahasiswa dari seluruh departemen di Fakultas Hukum. Ke depan, pelatihan serupa juga akan diperluas untuk mahasiswa semester awal agar mereka lebih siap sejak dini memahami karakteristik bahasa hukum,” tambah Dewi.
Strategi: Menguatkan Pemahaman Kontekstual
Dalam sambutannya, Dekan FH UB, Dr. Aan Eko Widiarto, menegaskan bahwa penguasaan bahasa hukum merupakan kunci utama profesionalitas di bidang hukum. Ia mencontohkan bagaimana perbedaan tafsir terhadap frasa dalam satu pasal undang-undang dapat berimplikasi besar terhadap putusan hukum.
“Bahasa hukum itu seperti jantung dari hukum itu sendiri. Ketika seseorang tidak memahami makna dari satu frasa secara tepat, maka tafsir hukumnya bisa keliru dan menimbulkan ketidakpastian,” ujarnya di hadapan peserta.
Aan juga menekankan bahwa bahasa hukum sejatinya merupakan ragam dari bahasa Indonesia yang bercorak hukum, bukan bahasa yang berdiri sendiri. “Bahasa hukum adalah Bahasa Indonesia bercorak hukum. Jadi harus tetap sesuai kaidah bahasa yang baik dan benar, namun dengan gaya dan struktur yang khas dunia hukum,” tuturnya.
Lebih lanjut, Aan mendorong agar kegiatan seperti ini dimasukkan dalam sistem kredit mahasiswa (SKM) dan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI), sehingga keterampilan nonakademik mahasiswa dalam bidang kebahasaan hukum dapat terukur dan diakui secara formal.
Membangun Generasi Hukum yang Kritis dan Terampil
Melalui pelatihan ini, Laboratorium Hukum FH UB berharap mahasiswa mampu memahami bahasa hukum secara lebih mendalam, tidak hanya dari sisi tata bahasa, tetapi juga makna filosofis dan logika hukumnya. Dr. Dewi Cahyandari menyampaikan bahwa kegiatan ini akan menjadi agenda rutin agar seluruh mahasiswa memiliki kesempatan yang sama dalam meningkatkan kompetensi kebahasaan.
“Harapan kami, mahasiswa tidak hanya menguasai teori hukum, tetapi juga mampu mengomunikasikannya dengan bahasa hukum yang tepat. Kemampuan ini sangat penting ketika mereka berpraktik sebagai hakim, jaksa, advokat, maupun akademisi,” ujarnya.
Semangat para mahasiswa terlihat jelas ketika mereka berdiskusi dan mencatat setiap materi yang disampaikan. Bagi mereka, pelatihan ini bukan sekadar kegiatan tambahan, melainkan langkah nyata menuju profesionalisme hukum yang sesungguhnya — dimulai dari pemahaman terhadap bahasa hukum yang menjadi dasar dari seluruh instrumen keadilan. (nid/tia)










