Kanal24, Malang – Dalam Pelatihan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi yang digelar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB), Dr. Febriansyah Ramadhan, dosen Universitas Pendidikan Nasional sekaligus advokat dan peneliti, memaparkan bahwa hukum acara MK tergolong masih muda karena baru lahir pasca reformasi. Meski demikian, perkembangannya sangat pesat baik dari sisi teori maupun praktik.
“Perkembangan hukum acara Mahkamah Konstitusi ini sangat cepat, seiring dengan banyaknya kasus praktis yang diajukan. Forum ini menjadi penting agar mahasiswa paham, mampu mengerti, dan kelak dapat mengaplikasikannya setelah lulus,” ujarnya.
Baca juga:
Abolisi Tom Lembong dan Amnesti untuk Hasto, Menkum: Demi Kondusivitas Bangsa
Fokus pada Pengujian Undang-Undang
Dalam materinya, Febriansyah menjelaskan bahwa MK memiliki berbagai kewenangan, namun pelatihan kali ini difokuskan pada aspek pengujian undang-undang. Menurutnya, uji materi menjadi volume perkara terbesar di antara kewenangan MK yang lain. Ia juga menyampaikan asas-asas dalam hukum acara MK, termasuk tipologi pertentangan antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar.
“Setidaknya ada 12 tipologi pertentangan yang saya sampaikan, agar mahasiswa lebih sensitif dalam melihat apakah suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak,” jelasnya.
Pemahaman Permohonan dan Konsep Pasal Jantung
Selain sejarah dan asas hukum acara, Febriansyah juga memberikan penjelasan rinci mengenai kerangka permohonan uji materi di MK. Ia menekankan pentingnya memahami struktur penyusunan permohonan, mulai dari identitas pemohon, kedudukan hukum, hingga alasan-alasan permohonan.
Materi menarik lainnya adalah konsep pasal jantung dalam putusan MK, yaitu pasal yang menjadi inti dan sangat menentukan dalam sebuah perkara. Konsep ini, menurutnya, masih jarang dibahas secara populer, namun penting untuk dipahami mahasiswa agar lebih kritis dalam menelaah undang-undang.
Target: Kesadaran Hak Konstitusional Mahasiswa
Febriansyah menegaskan, tujuan utama pelatihan ini adalah menumbuhkan kesadaran mahasiswa akan hak konstitusionalnya. “Hukum acara Mahkamah Konstitusi bukan hanya domain hukum tata negara. Semua disiplin ilmu harus memahami hak konstitusionalnya. Ketika hak itu dilanggar, masyarakat bisa menggunakan mekanisme permohonan ke MK,” paparnya.
Baca juga:
FH UB Resmikan “Rumah Curhat” Untuk Akses Hukum Gratis
Selain itu, pelatihan ini juga bertujuan memperkuat hard skill mahasiswa dalam beracara di MK. Dengan bekal teori, prinsip, dan aspek yuridis, lulusan hukum diharapkan mampu mengembangkan keterampilan tersebut saat sudah terjun di lapangan.
Di akhir penyampaian, Febriansyah mendorong mahasiswa untuk lebih aktif dalam isu-isu advokasi hak asasi manusia. Menurutnya, MK merupakan salah satu instrumen penting dalam memperjuangkan keadilan. “Teman-teman bisa terlibat dalam advokasi ketika ada pelanggaran HAM atau ketidakadilan struktural yang disebabkan undang-undang. Kehadiran mahasiswa sangat dibutuhkan agar kemaslahatan dan keadilan bagi masyarakat bisa tercapai,” pungkasnya. (nid/tia)