KANAL24, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM meminta masyarakat waspada terhadap praktik-praktik simpan pinjam yang dilakukan oleh pihak – pihak yang mengatasnamakan koperasi. Pasalnya jelang Lebaran, biasanya transaksi simpan pinjam yang dilakukan oleh masyarakat meningkat. Namun terkadang masyarakat kurang jeli melihat profil koperasi yang menawarkan layanan simpan pinjamnya.
Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, Suparno, mengatakan kebutuhan dana masyarakat untuk memenuhi beragam keperluan meningkat tajam.
Hal ini kerap membuat masyarakat mencari pinjaman ke berbagai lembaga keuangan termasuk koperasi. Untuk itu, dia mengimbau masyarakat teliti terhadap koperasi yang menawarkan pinjaman dengan berbagai iming-iming kemudahan padahal berujung pada jebakan praktik rentenir.
“Masyarakat harus melihat aspek legalitas dari lembaga keuangan tersebut selain juga harus memperhatikan aspek logis dari produk pinjaman yang ditawarkan,” kata Suparno di Jakarta, Sabtu (25/5/2019)
Ia mengingatkan perlu diwaspadai maraknya koperasi yang menjalankan usahanya layaknya rentenir dengan memberikan bunga yang tinggi. Meski mengatasnamakan sebagai koperasi, kegiatan para pengelola ternyata jauh dari penerapan aturan yang sebenarnya.
Suparno meminta prinsip kehati-hatian sebelum melakukan peminjaman harus selalu dikedepankan agar masyarakat terhindar dari risiko-risiko finansial.
“Praktik seperti ini marak menjelang lebaran mengingat kebutuhan masyarakat yang tinggi, terutama di pelosok daerah dimana masyarakat tidak banyak mendapat informasi yang tepat terhadap akses keuangan,” tegasnya.
Suparno mengungkapkan ciri rentenir berkedok koperasi adalah memberlakukan potongan administrasi yang merugikan dan suku bunga rendah yang palsu. Biasanya koperasi tersebut menawarkan kemudahan persyaratan, misal, hanya butuh KTP saja dan melayani masyarakat umum yang bukan anggota koperasi tersebut.
Suparno juga meminta masyarakat teliti membaca dan memahami mekanisme pinjaman yang ditawarkan. Jangan sampai belum mendapat manfaatnya sudah ditagih kembali. Pada akhirnya yang paling sering terjadi adalah kesulitan membayar pada rentenir yang pertama, masuk jebakan rentenir yang lain.
“Bukannya mengatasi kesulitaan keuangan, justru masyarakat terjebak pada lingkaran rentenir,” pungkasnya. (sdk)