Kanal24 – Tren deflasi yang telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut menarik perhatian pemerintah dan pelaku ekonomi. Namun, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menegaskan bahwa fenomena ini tidak terkait dengan pelemahan daya beli masyarakat. Menurutnya, deflasi yang terjadi lebih dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas pangan bergejolak, sementara daya beli masyarakat lebih tercermin dari inflasi inti yang masih menunjukkan kenaikan.
“Daya beli masyarakat diukur dari inflasi inti, bukan dari harga bergejolak atau harga yang diatur pemerintah. Saat ini, inflasi inti hingga September 2024 masih mencatatkan kenaikan,” ujar Susiwijono dikutip Kamis (3/10/2024).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi inti mencapai 0,16 persen pada September 2024, dengan andil sebesar 0,10 persen terhadap inflasi umum. Sebaliknya, komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,34 persen, dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas seperti cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, dan daging ayam ras. Deflasi ini menyumbang andil sebesar 0,21 persen terhadap inflasi umum.
Susiwijono juga menambahkan bahwa sejumlah indikator ekonomi lainnya menunjukkan kinerja yang positif, salah satunya adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terus meningkat. Pada Agustus 2024, IKK tercatat sebesar 124,4, lebih tinggi dari 123,4 pada bulan sebelumnya. Peningkatan ini didukung oleh optimisme pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), yang masing-masing mencatat nilai 114,0 dan 134,9.
Meski demikian, Susiwijono mengakui bahwa tren deflasi ini tetap menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah. “Pemerintah akan menyiapkan langkah-langkah antisipasi untuk menghadapi tren deflasi ini agar tidak mempengaruhi stabilitas ekonomi ke depan,” ujarnya.
Tren deflasi ini telah dimulai sejak Mei 2024, dengan rincian deflasi sebesar 0,03 persen pada Mei, 0,08 persen pada Juni, 0,18 persen pada Juli, 0,03 persen pada Agustus, dan 0,12 persen pada September. Meskipun demikian, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) masih optimis dengan kondisi daya beli masyarakat yang tercermin dari inflasi inti dan indikator-indikator lainnya.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa tren deflasi ini lebih dipengaruhi oleh faktor biaya produksi dan suplai komoditas pangan. “Untuk memastikan apakah deflasi ini terkait dengan penurunan daya beli masyarakat, perlu dilakukan studi lebih lanjut. Daya beli tidak bisa dinilai hanya dari angka inflasi atau deflasi saja,” jelasnya.
BPS juga akan terus memantau perkembangan deflasi ini dan memastikan bahwa intervensi kebijakan pemerintah dalam menjaga pasokan barang dan stabilitas harga tetap berjalan optimal, baik di pusat maupun di daerah. (din)