Kanal24 –Indonesia waspadai tiga potensi krisis yang akan terjadi terutama di negara yang tidak memiliki fondasi kuat, yaitu krisis pangan, energi, hingga keuangan pada 2023.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers seusai Penyerahan DIPA dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah TA 2023 di Istana Negara, Jakarta (1/12/2022).
“Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan berbagai risiko tersebut,” katanya.
Menurutnya, kewaspadaan dimulai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bertujuan untuk menjaga optimisme dan meningkatkan kewaspadaan terhadap perubahan risiko global.
Sri Mulyani mengatakan APBN sendiri telah melakukan kerja yang luar biasa untuk melawan COVID-19 selama tiga tahun ini, yakni. 2020-2022.
Namun kinerja APBN terbukti mampu melindungi masyarakat dan perekonomian, sehingga momentum yang tepat untuk memulihkan kesehatan APBN saat ini.
Di sisi lain, risiko ekonomi dan APBN telah berubah dari pandemi menjadi risiko global, terutama dengan kenaikan barang-barang terkait pangan dan energi.
Naiknya harga komoditas memicu inflasi global dan kemudian mendorong respons kebijakan berupa pengetatan kebijakan moneter dan kenaikan suku bunga.
Inflasi yang tinggi dan pengetatan kebijakan moneter di perekonomian global juga diperkirakan akan menimbulkan stagnasi bahkan ketegangan geopolitik dan akan meningkatkan risiko non-ekonomi.
Oleh karena itu, agar APBN pulih dan tetap mampu menjadi alat untuk menjaga kesadaran risiko global, APBN harus dilaksanakan dengan baik.
Terlebih, Presiden Joko Widodo menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Transfer Daerah Tahun 2023 kepada para menteri, kepala lembaga, dan kepala daerah.
Sri Mulyani mengatakan, penyerahan itu menunjukkan bahwa APBN 2023 sudah terpenuhi dan kementerian/lembaga (K/L) serta pemerintah kota sudah mulai bekerja meski 2023 belum tiba.
“Ini K/L bisa sudah mulai bisa melakukan kegiatan meski belum masuk 2023,” tegasnya.