” />KANAL24, Malang – Laju timbunan sampah semakin mengkhawatirkan karena tidak sebanding lagi dengan kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan masalah besar karena akan berdampak buruk pada lingkungan. Maka dari hal itu, diperlukan teknik pengelolaan sampah yang tepat sehingga aman bagi lingkungan dan kehidupan manusia.
Melihat hal tersebut, Mahasiswa Membangung Desa (MMD) Universitas Brawijaya Kelompok 156 melakukan Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Eco Enzyme dengan Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga pada Masyarakat Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang pada hari Jumat (14/07/20203) di Balai Desa Wonosari.
“Eco enzyme adalah cairan ramah lingkungan yang merupakan terbuat dari bahan limbah dapur organik seperti sisa sayuran ataupun kulit buah,” kata Aqila.
Lebih lanjut, Aqila menjelaskan bahwa eco enzyme menggunakan metode fermentasi. Dimana dalam hal ini fermentasi, seperti halnya tempe ataupun yogurt yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mengubah suatu produk menjadi lebih sederhana. Dalam hal ini fermentasi dilakukan menggunakan tambahan gula atau molase yang dibutuhkan sebagai energi pada mikroorganisme yang tersedia pada sayur organik sehingga akan mengubah zat organik menjadi alkohol. Pada alkohol ini yang akan menjadikan senyawa yang berfungsi sebagai cairan pembersih.
“Manfaat eco enzyme dapat digunakan sebagai pembersih serbaguna, seperti membersihkan lantai, mengelap meja ataupun kaca. Menjadi pupuk tanaman dan pengusir hama hingga menjernihkan kolam atau sungai,” papar Aqila.
Aqila juga menuturkan semua sisa sayuran dan kulit buah dapat menjadi bahan penyusun eco enzyme, secara khusus sayuran atau kulit buah segar, dipilih yang tidak busuk, berjamur, atau terkena minyak.
Caranya dapat dilakukan dengan menggunakan wadah yang tertutup rapat karena wadah yang terbuka akan mengundang binatang masuk, termasuk lalat. Lalu, jangan gunakan wadah kaca atau logam karena tidak bisa mengembang, sebab akan ada gas yang dihasilkan sehingga volume gas dan tekanan akan bertambah.
“Biarkan selama 3 bulan. Selama proses fermentasi akan dihasilkan gas. Jadi sekitar 2 pekan pertama, buka tutup wadah tiap hari untuk mengeluarkan gas selama 10 detik untuk membuang gas karbon dioksida dan metana. Apabila tidak, maka dapat meledak sehingga gunakan botol yang kapasitasnya lebih besar dari eco enzyme yang dibuat, agar ada ruang udara. Jadi usahakan botol hanya terisi 3/4nya dan jangan penuh,” pesan Aqila.
Nantinya, setelah 90 hari eco enzyme dapat dipanen. Jika mau didiamkan lagi juga bisa, bahkan lebih baik. Larutan ini tidak memiliki waktu kadaluarsa. Simpan eco enzyme di tempat yang sejuk, gelap, dan terhindar dari sinar matahari langsung untuk mempertahankan kualitasnya.
Sementara itu peserta pelatihan eco enzyme mengaku senang dan antusias dengan kegiatan yang bersamaan dengan sosialisasi serta demonstrasi eco enzyme itu. Peserta membuat cairan eco enzyme secara berkelompok dengan membawa sampah organiknya masing-masing. Pelatihan pembuatan eco enzyme didampingi oleh rekan-rekan MMD secara bertahap. Lia salah satu peserta yang mengikuti kegiatan tersebut mengaku mendapatkan ilmu baru mengenai cairan yang ramah lingkungan.
“Pelatihan sangat baik menambah pengetahuan bagi masyarakat dalam memanfaatkan limbah organik sehingga terjadi pengurangan limbah,” pungkas Lia. (khs)