Kanal24 – Bank Dunia kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2025 menjadi hanya 2,3 persen. Angka ini menandai prediksi pertumbuhan paling lambat sejak krisis keuangan global 2008, kecuali untuk masa-masa resesi global langsung. Pemicu utama pelemahan ini adalah meningkatnya ketidakpastian akibat perselisihan perdagangan antarnegara besar.
Dalam laporan prospek ekonomi global terbarunya yang dirilis Selasa (10/6/2025), Bank Dunia menyatakan bahwa konflik dagang antarnegara telah merusak kepastian kebijakan ekonomi yang selama puluhan tahun berperan dalam pengurangan kemiskinan dan peningkatan kemakmuran dunia.
Baca juga:
Prestasi Muda Tennis Open 2025: Cetak Bibit Atlet Muda dan Penggerak Ekonomi Lokal

“Perselisihan internasional tentang perdagangan telah mengganggu fondasi kebijakan global yang selama ini menopang pertumbuhan ekonomi pasca-Perang Dunia II,” jelas Indermit Gill, Wakil Presiden Senior dan Kepala Ekonom Bank Dunia.
Bank Dunia memangkas prediksi pertumbuhan Amerika Serikat menjadi 1,4%, turun 0,9 poin persentase dari proyeksi sebelumnya. Zona euro juga tidak luput dari penyesuaian negatif, dengan pertumbuhan yang kini diperkirakan hanya mencapai 0,7%, turun 0,3 poin dari prediksi sebelumnya.
Negosiasi Perdagangan Jadi Sorotan
Konflik perdagangan saat ini dipicu oleh kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump sejak April 2025 terhadap sejumlah negara mitra dagang. Upaya negosiasi pun sedang berlangsung untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Pekan ini, pertemuan antara Amerika Serikat dan China digelar di London sebagai tindak lanjut dari kesepakatan pengurangan tarif yang dicapai pada Mei lalu.
AS juga tengah berdiskusi dengan Uni Eropa, dengan tenggat waktu kurang dari sebulan sebelum penerapan tarif penuh. Jika negosiasi ini membuahkan hasil, Bank Dunia memperkirakan adanya potensi penguatan pertumbuhan global hingga 0,2 poin persentase selama tahun 2025 dan 2026.
Lembaga Lain Ikut Pangkas Proyeksi
Tidak hanya Bank Dunia, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan globalnya menjadi 2,9% untuk tahun 2025, dari sebelumnya 3,1%. OECD menilai dinamika perdagangan dan ketidakpastian tarif sebagai risiko utama yang membayangi perekonomian dunia.
Negara Berkembang dalam Ancaman Utang
Lebih jauh, Bank Dunia memperingatkan bahwa ketegangan dagang juga memperburuk situasi utang negara-negara berkembang. Dalam laporan terpisah yang dikutip dari US News pada Senin (28/4/2025), Indermit Gill menyampaikan bahwa setengah dari sekitar 150 negara berkembang dan pasar berkembang saat ini berisiko gagal bayar utang.
“Pertumbuhan di negara berkembang telah menurun secara konsisten dari sekitar 6% dua dekade lalu menjadi jauh di bawah itu. Sekarang perdagangan global diperkirakan hanya tumbuh 1,5%, padahal di era 2000-an bisa mencapai 8%,” ujar Gill.
Ia menambahkan, penurunan tajam aliran investasi langsung asing (FDI) dan investasi portofolio turut menambah tekanan terhadap ekonomi negara berkembang. “FDI yang dulunya bisa mencapai 5% dari PDB, sekarang tinggal 1%. Ini mengkhawatirkan,” tegasnya.
Pertumbuhan Tertekan, Utang Membengkak
Bank Dunia mencatat bahwa kondisi ini diperparah oleh tingkat suku bunga global yang tinggi dan melambatnya pertumbuhan perdagangan. Jika tren ini terus berlanjut, maka lebih banyak negara akan mengalami krisis utang, termasuk negara-negara eksportir komoditas yang sangat bergantung pada perdagangan internasional.
Dalam laporan ekonomi global yang sama, Bank Dunia juga memperkirakan pertumbuhan global tahun 2025 hanya akan mencapai 2,8%, setengah poin lebih rendah dari prediksi Januari lalu. Ini mencerminkan tekanan yang semakin besar dari kombinasi faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik, inflasi yang masih tinggi, dan kebijakan fiskal yang ketat di banyak negara.
Baca juga:
Terobosan Limbah Telur Tingkatkan Ekonomi Desa
Jalan Keluar Masih Ada
Meski demikian, Bank Dunia tidak sepenuhnya pesimis. Menurut Indermit Gill, terdapat peluang bagi perbaikan jika negara-negara besar dapat mencapai kesepakatan perdagangan jangka panjang yang mengurangi tarif dan meningkatkan kepercayaan pasar.
“Dengan kerja sama dan kesepakatan tarif yang lebih adil, pertumbuhan global bisa sedikit membaik dan membantu mencegah krisis utang lebih lanjut,” pungkasnya.
Dengan dinamika yang terus berkembang, dunia kini menanti hasil dari negosiasi antarnegara ekonomi utama demi menjaga stabilitas dan mencegah dampak ekonomi global yang lebih dalam. (nid)