Kanal24, Malang – Film drama Indonesia “Perayaan Mati Rasa” (2025) hadir dengan cerita yang menggugah emosi dan membangkitkan refleksi mendalam tentang kehilangan. Disutradarai oleh Umay Shahab, yang kini semakin matang dalam industri perfilman, film ini mengisahkan perjalanan seorang pemuda yang mencoba menekan rasa sakit akibat kepergian sang ayah, hanya untuk menemukan dirinya semakin kehilangan makna hidup.
Kisah Perjalanan Ian dalam Menerima Kehilangan
Film ini berpusat pada karakter Ian Antono (Iqbaal Ramadhan), seorang musisi muda yang bercita-cita menjadi rockstar bersama bandnya, Midnight Serenade. Sayangnya, band ini masih berjuang keras untuk mendapatkan pengakuan di industri musik. Ian hidup dalam bayang-bayang perasaan tidak cukup baik dibandingkan dengan adiknya, Uta Antono (Umay Shahab), seorang podcaster populer yang selalu tampak lebih sukses dan disayangi orang tua mereka.

Konflik utama muncul saat ayah mereka, Satya Antono (Dwi Sasono), seorang kapten kapal, meninggal dunia dalam tugas. Kepergian mendadak ini terjadi saat ibu mereka, Dini Antono (Unique Priscilla), sedang dirawat di rumah sakit karena kondisi kesehatan yang memburuk. Ian dan Uta pun terpaksa merahasiakan kabar duka tersebut demi menjaga kesehatan ibu mereka yang rapuh. Dalam kepedihan yang mendalam, mereka berpura-pura bahwa sang ayah masih berada di lautan.
Narasi yang Penuh Simbolisme
“Perayaan Mati Rasa” dikemas dengan simbolisme yang kuat, terutama elemen laut yang menjadi metafora utama dalam perjalanan emosional Ian. Laut bukan sekadar latar tempat, melainkan representasi hubungan Ian dengan ayahnya—memori masa kecil yang penuh kebersamaan, namun semakin menjauh seiring waktu. Ian menciptakan lagu berjudul “Laut” sebagai ekspresi perasaan kehilangan dan keterasingannya. Film ini juga menggunakan struktur bab yang dinamai berdasarkan lapisan-lapisan laut, mencerminkan kedalaman emosi yang harus ia jelajahi untuk menerima kenyataan.
Film ini juga mengangkat pertanyaan moral tentang kapan waktu yang tepat untuk memberitahu seseorang mengenai kematian orang yang dicintai. Ian dan Uta menggunakan teknologi pengubah suara untuk meniru suara Satya dalam usaha mempertahankan kebohongan mereka. Namun, ketika ibu mereka akhirnya mengetahui kebenaran, momen ini menjadi salah satu adegan paling menyentuh. Dini Antono menyampaikan bahwa ia berhak mengetahui kenyataan agar bisa mendoakan suaminya dengan layak.
Kritik terhadap Kapitalisme dan Media Sensasional
Selain mengeksplorasi duka dan kehilangan, film ini juga menyentuh tema kapitalisme dalam industri musik. Setelah berita kematian Satya viral, band Midnight Serenade mendadak menjadi perhatian publik. Lagu “Laut” yang ditulis Ian untuk mengenang ayahnya justru dijadikan alat komersialisasi oleh label musik besar. Ian dan rekan bandnya dipaksa untuk terus memproduksi lagu bertema kesedihan agar sesuai dengan tren duka yang sedang marak. Hal ini menyoroti bagaimana industri hiburan kerap mengeksploitasi kesedihan demi keuntungan.
Tak hanya itu, film ini juga mengkritisi cara media dalam meliput tragedi. Ian yang masih berduka dipaksa menghadapi sorotan publik dan pertanyaan wartawan yang hanya mengejar sensasi tanpa empati.
Akting dan Musik yang Menguatkan Emosi Film
Penampilan para aktor dalam film ini patut diacungi jempol. Iqbaal Ramadhan memberikan performa emosional yang luar biasa, terutama dalam adegan ketika Ian menonton video lama ayahnya dan akhirnya tak bisa lagi membendung tangisnya. Dwi Sasono, meski tampil dalam porsi yang lebih sedikit, tetap berhasil meninggalkan kesan mendalam sebagai sosok ayah yang kompleks.

Elemen musik dalam film ini menjadi kekuatan tersendiri. Dengan latar belakang musik yang kuat dari para pemerannya, film ini menghadirkan nuansa emosional yang lebih dalam. Dul Jaelani memerankan Saka, gitaris Midnight Serenade, sementara Randy Danishta dari Nidji berperan sebagai drummer. Umay Shahab sendiri turut menyumbangkan lagu-lagu seperti “Laut” dan “Sampai Jumpa”, serta berkolaborasi dengan Natania Karin dalam lagu utama “Perayaan Mati Rasa”.
Kesimpulan: Surat Cinta bagi yang Pernah Kehilangan
“Perayaan Mati Rasa” bukan sekadar film drama biasa. Ini adalah refleksi mendalam tentang bagaimana seseorang menghadapi kehilangan, sekaligus kritik terhadap industri hiburan yang sering kali mengeksploitasi kesedihan. Dengan alur yang emosional, akting yang kuat, serta musik yang menggugah, film ini menjadi “surat cinta” bagi mereka yang pernah kehilangan sosok terkasih. Melalui kisah Ian, penonton diajak untuk memahami bahwa berduka adalah proses yang tidak bisa dipercepat, namun pada akhirnya, setiap orang akan menemukan caranya sendiri untuk berdamai dengan kehilangan. (zid)