Kanal24, Malang – Ash Scarf telah menjadi salah satu brand hijab yang berkembang pesat di industri fashion muslim. Didirikan oleh Ina Savitri bersama rekannya, Dewanti Roto, brand ini berawal dari sebuah ide sederhana hingga kini memiliki pengaruh besar di pasar hijab. Dalam wawancara eksklusif dengan Kanal24 pada Rabu (19/03/2025), Ina membagikan perjalanan bisnisnya, tantangan yang dihadapi, serta strategi yang diterapkan untuk menjadikan Ash Scarf sebagai brand yang sukses.
Ina Savitri mengawali karier bisnisnya dengan mencoba berbagai usaha, mulai dari kuliner hingga fashion. Setelah mengalami berbagai tantangan, ia kembali memilih industri fashion sebagai fokus utama.
Baca juga:
Dedikasi Monica Anantyowati dalam Fotografi dan UMKM

“Awalnya saya bingung ingin berbisnis apa lagi, lalu melihat bahwa bisnis hijab sedang booming. Saya pun tertarik untuk mencobanya,” ujar Ina.
Ash Scarf bukanlah usaha yang dibangun sendiri. Ina memulai bisnis ini bersama rekannya, Dewanti Roto. “Saya menawarkan ide ini kepada Ibu Dewanti, dan ternyata beliau sangat antusias. Akhirnya, kami sepakat untuk memulai usaha hijab ini bersama,” kenangnya.
Perjalanan Ash Scarf dimulai pada Mei 2022 dengan konsep soft launching. Saat itu, mereka belum memiliki toko fisik yang besar, tetapi berinisiatif membuka mini store di daerah Borobudur sebagai langkah awal. Seiring berkembangnya bisnis, Ash Scarf terus mengalami pertumbuhan hingga menjadi brand yang dikenal luas.
Ketika ditanya mengapa memilih fashion muslim, terutama hijab, Ina menjelaskan bahwa usaha kuliner yang pernah ia jalani memiliki tantangan tersendiri, seperti risiko produk tidak laku dan mudah basi. Sementara itu, hijab memiliki daya tahan lebih lama dan mengikuti tren yang berkembang pesat.
“Meskipun tren fashion cepat berubah, produk hijab tetap bisa bertahan lebih lama dibandingkan makanan,” tuturnya.
Salah satu keunggulan Ash Scarf dibandingkan merek lain adalah pemilihan bahan voal yang nyaman digunakan sehari-hari. “Kami melakukan banyak pengujian terhadap berbagai jenis voal untuk menemukan yang paling nyaman bagi konsumen. Kami juga bekerja sama dengan pabrik di Bandung untuk memastikan kualitas terbaik,” jelasnya.
Terkait persaingan di industri fashion muslim, Ina melihat bahwa tren hijab motif awalnya lebih banyak digunakan oleh ibu-ibu. Namun, ia ingin mengubah persepsi tersebut dengan menghadirkan hijab bermotif yang tetap cocok untuk anak muda, termasuk mahasiswa. “Kami ingin membuktikan bahwa hijab motif bisa tetap stylish untuk anak muda dan tidak terkesan tua,” ungkapnya.
Strategi utama Ash Scarf dalam menghadapi persaingan adalah menjaga kualitas produk dan mempertahankan identitas khasnya. “Kami tidak sekadar mengikuti tren pasar, tetapi tetap berpegang pada karakteristik bahan berkualitas yang sudah menjadi ciri khas Ash Scarf,” ujarnya.

Baca juga:
Tingkatkan Daya Saing UMKM, Pelatihan Fotografi Produk Jadi Solusi Promosi Efektif
Dalam hal pendanaan, Ash Scarf masih mengandalkan modal mandiri tanpa dukungan dari pemerintah atau perbankan. Namun, brand ini terbuka untuk kolaborasi dengan berbagai pihak.
“Kami sudah beberapa kali berkolaborasi, seperti dengan Perfection by Sartika dan Wardah, untuk memperluas jangkauan pasar,” kata Ina.
Ina mengajak para pengguna hijab, terutama anak muda, untuk lebih percaya diri dalam mengenakan voal printing bermotif. “Jangan takut mencoba hijab motif. Kami akan terus menghadirkan desain yang stylish dan cocok untuk semua kalangan,” pungkasnya. (nid/bel)