oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Ramadhan sebentar lagi akan berpisah. Terdapat tiga kelompok orang dalam menanggapi perpisahan ini. Pertama, orang yang bahagia dengan perpisahan bulan Ramadan karena telah berhasil mengakhiri pelaksanaan puasa selama sebulan penuh. Kedua, orang yang sangat bersedih dengan berpisahnya bulan Ramadhan. Ketiga adalah kelompok orang yang tidak merasakan apapun dan menganggapnya biasa biasa saja batas berakhirnya bulan Romadhon.
Ketiga macam kelompok orang dalam menanggapi perpisahan atas bulan Romadhon bisa jadi sama baiknya. Jika kelompok yang pertama menganggap bahwa kebahagiaan harus dihadirkan sebagai wujud rasa syukur atas terlaksananya perintah Allah berupa ibadah puasa, rukun Islam yang ke-
3 setelah syahadat dan shalat. Seseorang yang berbahagia dalam menjalankan perintah Allah akan menjadikan dirinya merasa ringan dan tanpa beban serta tidak merasa terpaksa dalam melakukan perintah Allah tersebut. Sementara seseorang yang tidak bahagia apa suatu perintah pasti akan merasa terpaksa dalam mengerjakannya perintah, sehingga tidak ada keikhlasan, kesungguh-sungguhan dan pengharapan atas ridhoNya dalam ibadah tersebut. Karena itu orang yang berbahagia pada saat awal memasuki bulan Romadhon maka baginya ampunan dari Allah. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis :
ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ
“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.
Karena itulah Ibnu Rajab Al-Hambali menjelaskan tentang hadis tersebut
ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻔﺘﺢ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺎﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺬﻧﺐ ﺑﻐﻠﻖ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﻨﻴﺮﺍﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﺑﻮﻗﺖ ﻳﻐﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﻳﺸﺒﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺯﻣﺎﻥ
“Bagaimana tidak gembira? seorang mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu surga. Tertutupnya pintu-pintu neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu. Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadhan)
Untuk Itulah perasaan gembira harus selalu dihadirkan dalam diri seorang yang beriman pada saat menjalankan perintah Allah agar muncul keikhlasan dan kesungguhan semangat dalam melaksanakannya. Lalu, agar perasaan gembira selalu hadir dalam menjemput perintah Allah swt, maka seseorang haruslah tahu maksud, hikmah dan balasan yang besar dari Allah atas perintah tersebut (fadhailul a’mal).
Kelompok yang kedua adalah seseorang yang yang merasa bersedih atas berakhirnya bulan Ramadhan. Orang yang demikian merasa bahwa Romadhon adalah bulan yang penuh dengan rahmat, penuh ampunan dan pembebasan dari api neraka. Setiap amalan sunnah didalamnya bernilai selayaknya ibadah wajib, dan pelaksanaan ibadah wajib pada bulan itu dilipatgandakan oleh Allah swt. Bulan Ramadan adalah bulan penuh diskon dan hadiah bahkan di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada 1000 Bulan. Ramadhan ibarat sang kekasih yang selalu dirindu kehadirannya. Sehingga apabila sang kekasih ini akan pergi, lalu apakah hati seseorang yang sedang dirundung cinta itu akan dapat berbahagia bila ditinggal oleh sang kekasih, bulan yang penuh kebaikan ini ?. Dalam hal ini Ibnu Rajab al Hambali mengatakan,
كيف لا تجرى للمؤمن على فراقه دموع وهو لا يدري هل بقي له في عمره إليه رجوع
Bagaimana bisa seorang mukmin tidak menetes air mata ketika berpisah dengan Ramadhan, Sedangkan ia tidak tahu apakah masih ada sisa umurnya untuk berjumpa lagi.
Untuk itu hanya orang yang pernah merasakan nikmatnya nya berkhalwat dalam ibadah dan menemukan ketenangan di dalamnya yang dapat mengetahui hakikat keindahan dan kenikmatan bulan Ramadhan. Bagi mereka ini akan selalu berharap agar hari-hari yang tersisa dalam perjalanan hidupnya menjadi seperti halnya bulan Ramadhan. Namun perpisahan adalah sebuah keniscayaan. Sehingga yang terpenting adalah bagaimana jejak Romadhon (atsar ramadhan) masih dapat membekas pada hari-hari setelah bulan Ramadan yaitu di 11 bulan setelahnya. Dan inilah sesungguhnya tanda dari diterimanya amal perbuatan dan ibadah selama bulan Ramadan. Para ulama’ mengatakan,
إن من علامةِ قبول الحسنة، الحسنة بعدها
“Sesungguhnya diantara tanda diterimanya kebaikan adalah kebaikan selanjutnya”
Tanda bahwa puasa kita dan amaliah selama Ramadhan diterima oleh Allah swt adalah apa bilang Amaliah selama Ramadhan terus berlanjut hingga pasca Ramadhan. Artinya ada keistiqomahan di dalam menjalankan ibadah pasca Romadhon sebagaimana halnya amal ibadah yang dilakukannya selama Ramadhan.
Kelompok yang ketiga, adalah mereka yang tidak merasakan apapun atas kehadiran ramadhan. Semua terlewatkan begitu saja. Baginya tidak ada bedanya antara bulan ramadhan dengan bukan ramadhan sekalipun dirinya menyatakan diri sebagai seorang muslim. Orang yang demikian adalah orang yang jauh dari rahmad Allah. Ibarat seseorang yang disuguhi makanan dengan banyak varian menu, namun dia tidak merasakan apapun bedanya beragam masakan yang ada. Maka orang yang seperti ini sebenarnya sedang mengalami sakit. Demikianlah orang yang tidak bisa merasakan dan membedakan antara bulan ramadhan dengan bulan-bulan lainnya.
Semoga ramadhan yang kita lalui mampu menjadi jalan pengampunan atas segala dosa dan kesalahan. Semoga kita tidak keluar dari bulan ramadhan ini kecuali dalam keadaan semua dosa telah terampuni dan dibersihkan oleh Allah swt. Aamiiin..
Penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh pengasuh Pesma Tanwirul Afkar, Dosen FISIP UB dan sekretaris KDK MUI provinsi Jawa Timur