KANAL24, Jakarta – PT Pertamina (Persero) mengakui jumlah unit kapal kargo untuk mengangkut BBM yang didistribusikan ke berbagai wilayah di Indonesia belum ideal.
Pertamina hanya punya 68 unit kargo BBM dari total pengelolaan kapal sebanyak 274 unit kapal. Artinya hanya sekitar 25 persen saja yang dimiliki Pertamina sebagai BUMN Migas terbesar di Indonesia.
Direktur Logistic, Supply Chain & Infrastructure ( LSCI ) Pertamina, Gandhi Sriwidodo, mengatakan kebutuhan angkutan BBM hingga ke pelosok negeri, Pertamina mengandalkan kapal charter atau sewa. Hal ini diakui berdampak pada cost yang harus dikeluarkan Pertamina cukup besar.
Dijelaskannya minimnya investasi kapal di Pertamina lantaran pemangku kebijakan terlena dengan nama besar Pertamina yang menjadi satu-satunya BUMN migas andalan di negeri ini.
“Sayangnya dari 274 kapal, yang kita miliki itu hanya 60an atau sekitar 25 persen, ini menarik untuk dibahas. Selama ini kita selalu merasa hebat ni, tapi lupa untuk berinvestasi,” kata Gandhi dalam seminar bertema Peran Strategis Pertamina Shipping Dalam Menjaga Keberlangsungan Bisnis Perusahaan, di Hotel Mercure Kemayoran, Jumat (20/9).
Di tempat yang sama, Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar, mengatakan keberadaan kapal kargo BBM menjadi salah satu urat nadi bagi bisnis Pertamina. Sebab pengiriman BBM dengan kapal menjadi satu-satunya moda yang paling efisien. Namun sayangnya jumlah kapal yang dimiliki tidak sebanding dengan kebutuhan. Akibatnya, Pertamina harus bergantung dengan perusahaan pemilik kapal bahkan diantaranya milik asing.
“Belakangan ini Shipping tidak menguasai penuh di bidang kapal dari sisi kepemilikan kapal. Ini angkanya kecil jauh dari daulat, makanya untuk bisa berdaulat kita harap tahun 2026 nanti jumlah kapal yang dimiliki bisa sekitar 50 persen, syukur-syukur 70 persen,” ujar Arie.
Dalam roadmap Perseroan, di tahun 2026 direncanakan Pertamina akan menambah kapal sebanyak 107 unit untuk memenuhi kebutuhan kargo BBM. Namun belakangan rencana itu saat ini belum terlihat progres yang signifikan. Oleh sebab itu FSPPB mendorong agar rencana tersebut kembali dimatangkan termasuk dengan menyatukan kesyahbandaran agar operasional kapal pengangkut BBM semakin optimal.
“Kendala kita ketika ada bencana seperti di Palu kemarin tsunami, itu tidak ada satupun kapal carter yang mau untuk ke Palu. Nah ini harus Pertamina ke sana, makanya penambahan kapal mutlak diperlukan,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Serikat Pekerja Forum Komunikasi Pekerja dan Pelaut Aktif (SP FKPPA) Pertamina, Nur Hermawan, mengatakan apabila Pertamina mendominasi kepemilikan kapal untuk penyaluran BBM ke berbagai wilayah, secara bisnis Pertamina dapat menghemat biaya distribusi. Diperkirakan khusus untuk biaya distribusi bisa dihemat hingga 80 persen ketika menggunakan kapal milik sendiri.
“Efisiensi bisa dihitung dari pengangkutan kargo itu itungannya cost per liter jadi akan sangat efisien. Pada saat kapal nambah kita tidak akan mengeluarkan dana lebih untuk carter. Sebab itungan biayanya dengan kapal kargo dan kapal milik itu beda mungkin bisa 80 persen. Nilainya bukan lagi miliaran tapi triliunan,” pungkas Nur Hermawan.(sdk)