Kanal24, Malang – Psikolog Gadjah Mada Medical Center, Nopi Rosyida, menegaskan bahwa depresi merupakan salah satu faktor utama di balik tindakan bunuh diri. Menurutnya, mengenali tanda-tanda depresi dan mengetahui cara memberikan pertolongan pertama bisa menjadi langkah sederhana namun krusial dalam menyelamatkan nyawa. “Setiap orang bisa menjadi penolong pertama. Jangan pernah meremehkan kemampuan kita untuk membantu orang dengan kecenderungan bunuh diri (OKBD). Satu langkah kecil bisa mencegah tragedi besar,” ujar Nopi mengutip laman resmi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Baca juga:
Sudah Tidur 8 Jam tapi Masih Lemas? Ini Penyebabnya!
Psychological First Aid (PFA): Tiga Prinsip Utama
Nopi menjelaskan bahwa ada tiga langkah utama yang bisa dilakukan dalam Psychological First Aid (PFA) ketika mendampingi orang dengan risiko bunuh diri:
- Look (Amati)
Perhatikan kebutuhan orang tersebut. Berikan bantuan secukupnya, tidak berlebihan tetapi juga tidak kurang. Kehadiran sederhana bisa sangat berarti. - Listen (Dengarkan)
Jangan memaksa orang tersebut untuk bercerita. Biarkan ia merasa aman untuk terbuka. Jika mereka memilih diam, menghargai jarak juga merupakan bentuk pertolongan. - Link (Hubungkan)
Jika memungkinkan, arahkan mereka untuk menemui tenaga profesional, baik psikolog maupun psikiater, agar mendapat penanganan yang lebih tepat.
Dukungan Emosional dan Self-Help
Selain tiga prinsip dasar tersebut, psikolog Nurul Kusuma menambahkan bahwa memberikan penghiburan dan mendorong individu untuk melakukan strategi self-help juga sangat membantu. Hal sederhana seperti mengajak berbicara dengan penuh empati, menemani dalam aktivitas positif, atau menunjukkan kepedulian sehari-hari bisa memperkuat perasaan bahwa mereka tidak sendirian.
Tanda-Tanda Depresi yang Perlu Diwaspadai
Depresi tidak selalu tampak jelas. Namun, ada gejala tertentu yang perlu diperhatikan. Menurut Nopi, Major Depressive Disorder memiliki sembilan gejala utama. Seseorang dapat diduga mengalami depresi jika minimal lima gejala muncul dalam dua minggu berturut-turut. Beberapa gejala tersebut antara lain:
- Perasaan tertekan hampir setiap hari, ditunjukkan dengan rasa sedih, kosong, atau putus asa.
- Kehilangan minat atau kesenangan pada sebagian besar aktivitas.
- Perubahan berat badan signifikan tanpa diet.
- Gangguan tidur, baik insomnia maupun tidur berlebihan.
- Agitasi atau perlambatan psikomotor hampir setiap hari.
Selain itu, gejala lain yang kerap muncul adalah perasaan tidak berharga, rasa bersalah berlebihan, kesulitan berkonsentrasi, hingga munculnya pikiran berulang tentang kematian atau bunuh diri, baik dengan maupun tanpa rencana.
Jangan Self-Diagnose, Segera Cari Bantuan
Meski begitu, Nopi mengingatkan masyarakat agar tidak buru-buru melakukan self-diagnose. Pasalnya, beberapa gejala depresi bisa mirip dengan gangguan psikologis lain. Oleh karena itu, penting untuk memastikan diagnosis melalui psikolog atau psikiater. “Depresi memang salah satu penyebab bunuh diri, tapi bukan satu-satunya. Faktor penyebab bisa beragam, mulai dari masalah keluarga, pekerjaan, hingga trauma tertentu. Karena itu, peran dukungan sosial dan penanganan profesional sangat penting,” jelasnya.
Baca juga:
Tips dan Trik Menjadi Elegan untuk Menonjol di Kantor
Menghentikan Stigma, Membangun Kesadaran
Kasus meninggalnya Encuy menjadi pengingat bahwa isu kesehatan mental bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh atau tabu. Dukungan dari lingkungan terdekat—keluarga, sahabat, maupun rekan kerja—dapat menjadi benteng pertama pencegahan. Menghentikan stigma terhadap depresi dan bunuh diri juga menjadi langkah penting. Semakin terbuka masyarakat dalam membicarakan kesehatan mental, semakin besar pula peluang seseorang untuk mencari bantuan sebelum terlambat. Bunuh diri bukanlah akhir yang tak terhindarkan. Dengan mengenali tanda-tandanya, memberikan pertolongan pertama yang tepat, serta menghubungkan orang yang berisiko ke tenaga profesional, setiap individu berpeluang menjadi penyelamat bagi orang-orang terdekatnya. (ptr)