KANAL24, Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 mencapai 4,8-5,3%. Selain itu, pertumbuhan kredit BBRI tahun depan diprediksi berada di kisaran 8-10%.
Dalam Economic Outlook BRI 2022 bertajuk “Melanjutkan Pemulihan Ekonomi dengan Kewaspadaan”, Chief Economist yang juga Research Director BRI Research Institute, Anton Hendranata, mengatakan pemulihan ekonomi nasional diprediksi tereskalasi berkat perbaikan permintaan domestik serta strategi Program Pemulihan Ekonomi (PEN) pada 2022. Kondisi perekonomian diprediksi berangsur membaik, sebagaimana tampak dari daya beli masyarakat yang terdongkrak naik.
Anton juga menyebut produk domestik bruto (PDB) Indonesia berpotensi tumbuh di kisaran 4,8-5,3% (y-o-y) pada 2022. Hal ini sejalan dengan adaptasi masyarakat terhadap kondisi pandemi yang membuat mobilitas tidak terlalu terguncang.
“Kami meyakini ekonomi domestik semakin pulih dan kuat, bila kondisi Covid-19 bisa tetap terjaga. Pemulihan ekonomi Indonesia ditopang oleh kondisi permintaan yang meningkat, dari daya beli sampai belanja pemerintah serta adaptasi masyarakat terhadap kondisi pandemi,” ungkap Anton dalam keterangan tertulis Minggu (26/12/2021).
Komposisi konsumsi dalam pengeluaran rumah tangga mengalami peningkatan 570 basis poin (bps) dari 69,4% pada Oktober 2020 menjadi 75,1% pada Oktober 2021. Meningkatnya minat masyarakat untuk melakukan konsumsi didukung tingkat vaksinasi Covid-19 yang tinggi serta pelonggaran pembatasan mobilitas.
Meningkatnya permintaan, kata Anton, juga dipantik oleh strategi countercyclical melalui program PEN yang akan berlanjut tahun depan.
BBRI memproyeksikan inflasi pada 2022 berada di level 2,8-3,3%. Dengan perbaikan ekonomi tersebut, BRI memprediksi tingkat pengangguran akan menyusut menjadi 6,3-7,7%.
Di sisi lain, sejumlah tantangan juga mesti diantisipasi dalam proses pemulihan ekonomi tahun depan. Adanya tapering off dan potensi kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve.
Seperti diketahui, The Fed memulai proses pengurangan stimulus sejak November 2021. Namun, inflasi yang melesat ke level 6,2% disebut Anton berpotensi mengubah arah kebijakan moneter Amerika.
“Inflasi ini memacu AS untuk mempercepat normalisasi moneter yang disertai peningkatan nilai tapering off dan bisa segera mengerek suku bunga acuan untuk menghindari overheating. Ini akan membawa dampak bagi Indonesia sebagai emerging market,” ucap Anton.
Anton menyebut Bank Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter tertinggi di dalam negeri kemungkinan ikut mengerek suku bunga acuan pada 2022. Prediksi BRI, suku bunga BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) akan dikerek BI dari posisi saat ini, yakni 3,50%, menjadi 4,25-4,50%.(sdk)