Kanal24, Malang – Direktur Mega Proyek dan Energi Terbarukan PT PLN, Wiluyo Kusdwiharto, mengumumkan rencana untuk melakukan transisi energi yang melibatkan pemerintah dan sektor swasta. Kesepakatan awal tercapai pada tahun 2060, menetapkan target pengurangan emisi hingga tahun tersebut. Kusdwiharto menekankan pentingnya keterlibatan swasta dalam investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
“Jadi PLN dan pemerintah sepakat bahwa transisi energi untuk mencapai negara emisi di tahun 2060 harus dilakukan bersama-sama, tidak hanya melibatkan pemerintah tapi juga melibatkan pihak swasta karena dengan jumlah investasi yang cukup besar itu, perkiraan atau perhitungan kami itu transisi energi untuk mencapai tujuan emisi 2060 itu butuh biaya sekarang sekitar 10.000 triliun,” beber Kusdwiharto.
Kusdwiharto menyampaikan rencana tersebut dalam wawancara eksklusifnya kepada Kanal24 pada Seminar Transisi Energi: Perspektif Akademik Menuju Industri Kelistrikan yang Sehat untuk Mendukung Transisi Energi pada Selasa (28/11/2023) yang digelar oleh Fakultas Teknik (FT) Universitas Brawijaya (UB) menggandeng Engineering Research and Innovation Center (ERIC) Fakultas Teknik (FT) Universitas Gadjah Mada (UGM).
PLN memutuskan untuk membatalkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar 1,3 GW yang dilakukan pada tahun 2019 hingga 2028. Keputusan ini merupakan langkah awal untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Kemudian, pada tahun 2021-2030, pemerintah dan PLN sepakat untuk tidak membangun lagi pembangkit fosil dan beralih ke sumber energi terbarukan seperti air, angin, biomassa dan lain sebagainya.
“Transisi energi ini merupakan langkah nyata dalam mencapai tujuan emisi 2060. Lebih dari setengah kapasitas yang direncanakan untuk dibangun pada 2021-2030 akan berasal dari sumber energi terbarukan,” ungkap Kusdwiharto.
Meskipun PLN menunjukkan tekad yang kuat untuk transisi energi, mereka menyadari perlunya penanganan yang hati-hati. Kusdwiharto menjelaskan bahwa rencana ini harus dilaksanakan dengan jadwal yang matang, mengingat resiko pemadaman listrik jika dilakukan dengan terburu-buru.
Salah satu langkah konkret yang akan diambil oleh PLN adalah pensiun gas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sudah tua. Mereka akan digantikan oleh pembangkit energi terbarukan, termasuk Green Enabling Smart Grid, yang akan dibangun di luar Jawa. PLN berencana memanfaatkan potensi energi terbarukan di berbagai daerah, seperti potensi air dan geothermal di Sumatera, potensi hidro di Kalimantan, serta potensi Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Nusa Tenggara.
Baca juga: FT UB Gelar Seminar Bahas Perspektif Akademik pada Industri Kelistrikan dan Transisi Energi
“Kita akan mengembangkan dan mendistribusikan energi dari luar Jawa ke Jawa untuk menggantikan PLTU yang masih mendominasi di pulau Jawa,” tambah Kusdwiharto.
Rencana ini juga mencakup studi mendalam dan diskusi untuk mencari pendanaan dan skema yang sesuai. Sementara masih dalam tahap perencanaan, PLN telah memulai pembangunan beberapa proyek, termasuk PLTA di Jatigede dan PLTA Pangsuret dengan kapasitas mencapai 1000 Mega di Cisokan.
Pada akhirnya, PLN berharap rencana ini akan menjadi langkah positif menuju keberlanjutan energi dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Langkah-langkah ini diharapkan tidak hanya akan memenuhi kebutuhan energi nasional, tetapi juga membuka peluang investasi dan pembangunan di sektor energi terbarukan. (nid/skn)