Kanal24, Malang – Prof. Sri Suhartini, STP., M.Env.Mgt., Ph.D., PGCert., IPM, dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya (UB), berbagi cerita unik tentang keikutsertaannya dalam kegiatan lari marathon Napak Tilas Raden Wijaya Charity Run 2025 yang bertujuan mendukung pendidikan inklusif bagi difabel.
“Jujur, awalnya saya ikut karena diajak oleh kolega dari Fakultas Kedokteran, drg. Miftah. Program ini menarik, apalagi mendukung pendidikan difabel. Saya memang suka mencoba hal-hal baru yang menantang,” ungkapnya kepada Kanal24 pada Selasa (31/12/2024).
Kecintaan Prof. Sri terhadap lari sebenarnya telah dimulai sejak masa sekolah. Ia mengingat bagaimana dirinya sangat menikmati pelajaran olahraga, khususnya lari. “Saat SMP dan SMA, saya paling senang pelajaran olahraga. Kalau ada lomba lari, saya selalu ingin jadi yang pertama sampai garis finish,” kenangnya.
Baca juga:
Segera Digelar Napak Tilas Raden Wijaya Charity Run 2025
Meski kegiatan lari sempat terhenti saat kuliah, ia kembali menemukan gairah tersebut selama melanjutkan studi di Birmingham, Inggris. “Di sana, saya bergabung dengan komunitas lari. Dari situ, minat saya terhadap lari tumbuh lagi,” ujarnya.
Prof. Sri kini rutin berlatih lari setiap akhir pekan, menempuh jarak 5 hingga 10 kilometer. “Saya juga olahraga di treadmill setiap pagi, mengombinasikan latihan kardio dengan workout untuk penguatan otot,” jelasnya. Menurutnya, lari memberikan kebebasan untuk fokus pada diri sendiri, sejenak melupakan kesibukan dan rutinitas pekerjaan.
Keikutsertaannya dalam kegiatan ini juga terinspirasi oleh acara Dies Natalis Universitas Brawijaya beberapa tahun lalu. “Waktu itu, ada tim rombongan lari yang datang ke Sakri, dan saya merasa ingin ikut. Namun, saat itu belum ada dorongan untuk bergabung. Tahun ini, Alhamdulillah, ada kesempatan,” ungkapnya.
Baca juga:
Napak Tilas Raden Wijaya 2025 Usung Kategori Ultramarathon
Prof. Sri berharap kegiatan ini dapat mendukung tema Dies Natalis UB tahun ini, yakni pendidikan difabel. “Dengan lari marathon ini, kita bisa mengenang perjuangan, menghargai sejarah, dan mendukung program pendidikan yang inklusif di UB,” harapnya. Ia juga percaya bahwa kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya dukungan bagi pendidikan difabel.
Kisah Prof. Sri Suhartini menggambarkan bagaimana sebuah hobi sederhana seperti lari bisa menjadi cara untuk berkontribusi pada isu-isu penting, seperti pendidikan inklusif. Semangat dan komitmennya menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk terus mendukung program-program yang berdampak positif bagi masyarakat luas. (nid/din)