Kanal24, Malang – Prof. Ir. Wayan Firdaus Mahmudy, S.Si., M.T., Ph.D. dari Universitas Brawijaya (UB) mendorong mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) dalam Seminar 2nd International Conference on Applied Science for Vocational Educational (ICASVE) yang digelar di Gedung Widyaloka UB pada hari Kamis (1/12/2022) secara hybrid untuk menerapkan Artificial Intelligence (AI) pada digital farming.
“Seperti halnya sebuah makanan yang kekinian perlu diberi topping yang tepat. Nah, untuk mengenalkan ini lho Artificial Intelligence ini kecerdasan buatan yang bisa ditambahkan ke bidang lain, salah satunya pertanian,” terang Prof. Wayan.
Prof. Wayan menjelaskan lebih lanjut bagaimana AI ini mampu membantu pengelolaan pertanian lebih efisien. Contoh mudahnya adalah bagaimana manajemen pemberian pupuk pada tanaman mulai dari berapa harga pupuk, menabur pupuk, hingga mencari kombinasi yang terbaik. Sehingga, kebutuhan tanaman terpenuhi tapi juga dengan manajemen yang baik.
Menurut Prof. Wayan, saat ini sudah banyak yang menerapkan AI di bidang pertanian. Namun, masih perlu didorong agar lebih cepat akselerasinya. Hal ini dapat dilihat dari salah satunya kontrol suhu kelembaban di perkebunan secara otomatis, mengontrol penyiraman tanaman otomatis, dan masih banyak lagi sudah banyak diterapkan di perkebunan-perkebunan besar. Jika hal ini terus dikembangkan, maka diharapkan semakin banyak diterapkan. Maka, produksi pertanian dan peternakan akan meningkat dan akan membentuk ketahanan pangan.
Berdasarkan penjelasan dari Prof. Wayan, AI untuk digital farming ini bukan suatu project. Namun, ia memberikan wawasan dan menurutnya saat ini sudah mulai banyak penelitian terkait AI untuk digital farming dan masih perlu melibatkan lebih banyak orang untuk mendorong AI di bdiang pertanian.
“Mungkin temen-temen di bidang komputer kan asyik dengan dunia sendiri. Namun, saat ini mereka mulai bersentuhan dengan bidang-bidang lain karena yang sekarang itu lagi ngetren coba ke kesehatan membantu diagnosis penyakit. Namun, di FILKOM UB sendiri yang ke pertanian masih sedikit. Jadi ini perlu memang terus didorong supaya ada kolaborasi antar bidang ilmu,” kata Prof. Wayan.
Dengan peralihan dari pertanian secara konvensional menjadi pertanian digital atau digial farming bukan berarti menghilangkan pekerjaan di bidang pertanian. Hal ini yang disampaikan Prof. Wayan. Ia juga menjelaskan lebih lanjut bahwa dengan adanya AI di bidang pertanian ini mungkin memang menghilangkan satu profesi namun ia juga memunculkan satu profesi lain untuk manusia dan lebih mengajak masyarakat atau orang-orang yang bekerja di bidang pertanian untuk beradaptasi dengan cara yang lebih sederhana atau melakukan peralihan dari konvensional ke digital.
“Harapan kami sendiri ya, teman-teman yang bergerak di bidang komputer itu lebih meningkatkan kerja kolaborasi dan saat ini sudah dimulai dari melakukan penelitian dengan kedokteran, pertanian, peternakan, dan sekarang mulai masuk ke bidang hukum,” tutup Prof. Wayan. (nid)