Bupati dan kabupaten ini sejak lama jadi buah bibir dan sekarang semuanya tak ada yang terhalangi tabir. Ia menjadi bupati pertama kali 10 tahun lalu (usianya pada saat itu baru 36 tahun) dan tak sampai 2 tahun kemudian mencetak rekor: mengurangi penduduk miskin secara dramatis. Modalnya memberi bibit, benih, bikin kolam, atau apa saja agar warga desa punya pendapatan tambahan dengan memanfaatkan lahan yang belum digunakan (pekarangan). Warga dan perangkat desa (juga kelurahan) diajak berpartisipasi. Masyarakat dimajukan dengan menaikkan standar literasi. Seluruh sumber daya diikat dalam tali kolaborasi.
Kerja dan sumber daya pemerintah dibuka: semuanya transparan. Jumlah dan alokasi APBD dipublikasikan dalam jejaring sistem informasi yang mapan. Desa satu dan yang lain terhubung dalam jaring laba-laba informasi. Publik bisa melihatnya dengan mudah dan presisi. Birokrasi kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa bekerja dengan basis pengetahuan/informasi dan hati. Masa depan dirumuskan secara fokus: pariwisata sebagai jantung pembangunan. “Semua dinas adalah dinas pariwisata,” Bupati menjelaskan. Basis pariwisata ialah warga dan budaya. Hotel dibangun dengan arsitektur lokal, bahan dibeli dari produk usaha kecil, dan pondok wisata desa wajib dipunyai warga.
Hasilnya? Seperti permainan sulap. Khalayak terbelalak. Kabupaten yang semula dicibir umat, saat ini telah berubah menjadi daerah penuh pikat. Pendapatan per kapita melonjak, wisatawatan bengkak, festival budaya semarak, sistem informasi dan birokrasinya rancak, investasi lokal didongkrak, dan desa gesit bergerak. Prestasi yang terbaru, saat daerah lain bingung dengan persoalan penyaluran Bansos pandemi, kabupaten ini enteng menjalani karena semua desa telah punya data dan sistem yang tervalidasi. Jika ada penduduk yang memperoleh duplikasi bantuan, maka namanya akan langsung menyala warna merah di komputer karena sistem otomatis memverifikasi.
Kalau ditulis semua inovasi tak akan pernah sampai hilir, apalagi penghargaan yang tak berhenti mengalir. Kabupaten ini bukan lagi semata tujuan wisata, tapi juga destinasi belajar aneka perkara. Intinya, perubahan bakal terbuka lebar asal sedia berjuang. Saya pernah tanya ke Bupati, apa resepnya?
“Jangan menyerah jika menghadapi masalah (kesulitan),” ujarnya. Seperti firman Allah: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d: 11). Jadi, pergeseran nasib wajib dimulai dengan berpeluh secara konsisten. Pemimpin yang menanam pasti daerah atau rakyatnya akan memanen. Sosok ini adalah Bupati Banyuwangi: Abdullah Azwar Anas.
Penulis : Ahmad Erani Yustika, Guru Besar FEB UB dan Ketum IKA UB