Bulan Ramadhan adalah bulan yang suci, bulan dengan penuh rahmat dan ampunan dari Allah swt. Di bulan inilah segala pintu taubat dibuka lebar-lebar. Allah swt. selalu memberikan limpahan rahmatnya kepada kita. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam Abu Hanifah;
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى
Artinya :”Seluruh amalan kebaikan manusia akan dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman, “Kecuali puasa. Sebab pahala puasa adalah untuk-Ku. Dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Ia (orang yang berpuasa) telah meninggalkan syahwat dan makannya karena-Ku”.
Kita harus memaksimalkan amalan kita di bulan Ramadhan ini. Jadikanlah bulan Ramadhan sebagai momentum dalam berbuat kebaikan. Kemudian, jadikanlah momentum itu sebagai keistiqamahan kita dalam menjalankan segala amalan dan perbuatan baik kita.
Kita sering menjumpai di bulan Ramadhan ini banyak sekali orang melakukan kebaikan yang luar biasa, bukan hanya bertambah 2 kali lipat bahkan sampai berkali-kali lipat orang melakukannya. Yang dulunya sering meninggalkan sholat, maka sekarang ia rajin sholat dan bahkan melakukan sholat berjemaah. Yang dulunya kikir, pelit dan angkuh, namun sekarang menjadi dermawan dan suka menolong sesama. Sungguh amal kebaikan ini merupakan bentuk perubahan yang besar bagi manusia.
Namun tak jarang kita jumpai setelah bulan Ramadhan berakhir, perlahan demi perlahan amal kebaikan pada saat bulan Ramadhan mulai ditinggalkan. Apakah yang menyebabkan hal ini terjadi ? Salah satunya adalah ia tidak menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum dalam mengevaluasi diri serta bertekad untuk melakukan perubahan dalam dirinya. Dimanakah orang yang selalu bersedekah itu ? Dimanakah orang yang selalu sholat berjamaah itu ? Dimanakah orang- orang yang selalu peduli dengan sesamanya ?. Semuanya hilang dan lenyap bersamaan dengan perginya bulan Ramadhan.
Faktor yang mempengaruhi selanjutnya yaitu pencitraan. Menurut Richard F. Gerson (1994) dalam Buchari Alma (2008:54) memberikan definisi atau pengertian citra tentang bagaimana konsumen, calon konsumen, dan pesaing melihat anda, reputasi anda adalah apa yang orang-orang katakan kepada pihak lain. Anda memerlukan baik citra penampilan fisik dan juga citra bisnis professional sebagai reputasi positif, jika ada yang kurang, bisnis anda bisa gagal.
Politik pencitraan bisa saja dianggap baik dan buruk. Citra diri sangat perlu untuk menunjukkan jati diri sebenarnya, namun dalam batasan tidak adanya unsur riya’. Sebab Allah swt. Sangat membenci perbuatan riya, sebagaimana dalam firman-Nya Quran Surah An-Nisa ayat 38;
وَالَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ وَمَنْ يَكُنِ الشَّيْطَانُ لَهُ قَرِينًا فَسَاءَ قَرِينًا
Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang menafkankan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.”
Politik pencitraan adalah suatu bentuk elektibilitas diri dalam merangsang setiap orang demi memperoleh suatu anggapan, pujian dan pandangan orang lain. Tidak semua pencitraan bersifat negatif. Namun perlu kiranya disadari, jika perbuatan dalam suatu pencitraan hanya dilakukan sekali atau dalam momen tertentu, maka pencitraan tersebut bisa dikategorikan dalam pencitraan yang negatif, sebab memuat unsur citra diri negatif di dalamnya.
Jika seluruh kebaikan kita selama bulan Ramadhan terhenti, maka akan sangat sia-sia dan tentunya kita akan kembali pada perbuatan kita yang telah lalu. Sebagaimana sebuah pepatah bahwa orang yang hari ini lebih baik daripada hari kamarin termasuk orang yang beruntung, dan orang yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka termasuk golongan orang yang merugi, serta orang yang hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka termasuk dalam golongan orang yang celaka.
Maka sudah sepatutnya apa yang telah kita kerjakan sebagai bentuk amal kebaikan kita di bulan Ramadhan, hendaknya menjadi bentuk ke-istiqamahan bagi kita untuk bulan-bulan kedepannya. Semoga apa yang kita lakukan tidak menjadi amalan yang sia-sia ataupun pencitraan semata. Oleh karena itu, momentum ini janganlah sampai terlewatkan dan gunakanlah dengan sebaik mungkin. Hilangkanlah semua resah gundah dalam hati, saatnya bersatu kembali dalam fitrah suci dengan hati berseri kepada sang ilahi rabbi.
Penulis : Mas Rangga Yuda, Santri Pesantren Mahasiswa Tanwir Al-Afkar dan Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Malang