KANAL24, Jakarta – Asumsi makro pada RAPBN 2020 dinilai analis relatif sangat konservatif dibanding anggaran tahun 2019. Namun target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen di tengah adanya harapan penguatan investasi dan membaiknya neraca perdagangan akan menantang untuk dicermati.
Pendapatan negara diharapkan tumbuh 9 persen dengan pendapatan pajak non migas serta pajak pertambahan nilai mengisi lebih dari 90 persen gap (anggaran).
Secara bersamaan pendapatan dari minyak diproyeksikan melemah di tengah rendahnya lifting yang sebesar 734.000 barel per hari walaupun asumsi kenaikan harga minyak naik tipis menjadi USD 65 per barel (vs realisasi USD 63 dan outlook budget 2019).
Subsidi Energi
Subsidi energi turun 6 persen dengan skema 40 persen/60 persen masing-masing bagi subsidi energi dan non energi. Pada 2020, akan terlihat modifikasi kebijakan subsidi energi di antaranya menurunkan subsidi diesel menjadi Rp1000 per liter dari sebelumnya Rp2000 per liter dan alokasi yang lebih baik pada distribusi LPG 3 kg.
Walaupun subsidi turun, bantuan sosial yang akan secara langsung berdampak ke masyarakat miskin naik 8 persen. Bantuan sosial itu mencakup program sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan pangan non tunai, jaminan kesehatan nasional. Juga diperkenalkan skema baru seperti transformasi bantuan pangan dalam bentuk kartu pangan (Kartu Sembako) serta perluasan program bea siswa bagi mahasiswa (Kartu Indonesia Pintar Kuliah).
Anggaran Konservatif
Analis Indo Premier Sekuritas, Agnes Samosir meyakini, anggaran secara umum adalah relatif konservatif karena:
-anggaran belanja infrastruktur naik konservatif sebesar 5 persen (YoY) sebesar Rp419 triliun serta belanja pemerintah pusat naik hanya 8 persen (YoY) defisit anggaran meramping sebesar 1,8 persen terhadap GDP yang mana muncul disertai neraca primer yang menyempit sebesar -Rp12 triliun atau turun 40 persen (YoY).
-Kenaikan penerbitan surat utang yang minimal (hanya naik 2 persen YoY) sebesar Rp307 triliun (Rp389 triliun melalui surat utang pemerintah) dengan tujuan meredam risiko pasar.
“Kami menilai akar dari sikap konservatif tersebut berasal dari kebutuhan untuk mengurangi risiko perlambatan ke depan,” demikian menurut Agnes. Menurutnya hal tersebut akan meninggalkan ruang manuver fiskal sambil meningkatkan standar kehidupan bagi masyarakat miskin.(sdk)