Al Ilmu nuurun, Ilmu itu adalah cahaya. Ia akan diberikan pada siapa saja yang satu frekwensi cahaya. Cahaya adalah kebaikan, terang, bersih tanpa noda. Perilaku apapun berupa kebaikan termasuk keikhlasan serta upaya menjauhkan dari dari keburukan dan kemaksiatan adalah bagian satu frekwensi cahaya itu, karena keburukan dan kemaksiatan adalah kegelapan. Tidaklah mungkin kebaikan (cahaya) akan berkumpul dengan keburukan (gelap) karena keduanya berada realitas dan frekwensi yang berbeda.
Seorang pembelajar akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan berkah manakala mampu menyamakan realitas dan frekwensi tersebut baik antara dirinya dengan substansi nilai ilmu, guru yang menjadi perantara penyampai ilmu, tempat dan lingkungan dimana seseorang menuntut ilmu, teman seperjuangan yang sama-sama belajar ilmu, serta terlebih adalah dengan Allah swt sebagai pemilik dan sumber ilmu. Menyamakan frekwensi psikologis spiritual amatlah penting dilakukan agar ilmu yang dipelajari mampu sampai pada diri seorang pembelajar dengan cara yang mudah dan menjadi jalan keberkahan nantinya. Penyamaan frekwensi inilah yang disebut adab atau akhlaq mulia. Dalam hubungan kemanusiaan maka adab ini berwujud perilaku khidmad.
Seorang pembelajar adalah seseorang yang kuat ibadahnya kepada Allah, kuat dzikirnya, malam-malamnya adalah untuk bersujud pada Allah swt, menetapi baca Al Quran, mengistiqomahi wudhu (mudawamatul wudhu’), suka bersedekah dan berbagai amaliyah kebajikan lainnya. Serta berupaya kuat untuk membumikan nilai-nilai sifat ketuhanan pada dirinya dalam interaksi kemanusiaan melalui sifat-sifat Allah dalam asma’ul husna. Disaat Allah swt adalah Maha Kasih Sayang (ar rahman ar rahim) maka dirinya berupaya untuk menjadi pribadi yang penuh senyum dan bermuka ceria dalam setiap interaksi agar dapat menebarkan kasih sayang pada sekitar seraya menghadirkan kelemahlembutan sikap pada siapa saja sebagai wujud implementasi sifat Allah yang Maha Lembut (al lathiif). Demikian pula dengan sifat-sifat lainnya.
Sebagai seorang pembelajar adalah seorang yang sangat tawadhu dan hormat memuliakan pada guru. Salah satu bentuk memuliakannya adalah tidak meninggikan suara di hadapan guru, sebagaimana para sahabat nabi terhadap Rasulullah (QS. Al Hujurat: 2). Yaitu dengan merendahkan pandangannya disaat bersama nabi dan berada dalam majelisnya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa disaat para sahabat sedang mendapatkan wejangan dari Nabi dalam majelisnya menunjukkan sikap yang sangat mengagumkan, yaitu menundukkan pandangannya seakan-akan di kepala mereka ada burung. Sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits diantaranya riwayat Abu Sa’id Al-Khudri :
وسكت الناس كأنّ على رؤوسهم الطير “
Orang-orangpun terdiam seakan-akan ada burung (yang hinggap) di atas kepala-kepala mereka” (HR. Bukhari).
Jika seorang pembelajar ingin mendapatkan keberkahan ilmu sebagaimana keberkahan yang didapatkan oleh para sahabat maka seyogyanya seorang pembelajar perlu meneladani para sahabat dalam belajar dengan memuliakan guru mereka yaitu Rasulullah saw. Maka seorang pembelajar demikian pula wajib memuliakan guru mereka. Secara sekilas adab seorang pembelajar terhadap guru adalah: memuliakan guru dengan berkhidmad padanya, menundukkan pandangan terhadap guru dikala dalam majelis dan berinteraksi dengannya, memuliakan dan menghormati keluarga guru, mendahulukan kepentingan guru dibandingkan dengan yang lain, memenuhi perintah dan amanah guru dengan sungguh-sungguh hingga tuntas dan jangan menolaknya dengan mengatakan “saya tidak bisa”, jangan pernah meneliti kekurangan dan aib guru karena hal demikian menghilangkan keberkahan ilmu, terus mendoakan kebaikan atas guru karena demikian akan mendatangkan keberkahan atas diri pembelajar.
Adab pembelajar juga harus ditunjukkan pada para sesama pembelajar dengan saling berkhidmad pada mereka. Sebagaimana sabda nabi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُبَابٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ كَثِيرِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ الْقَاسِمِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ الطَّائِيِّ أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ خِدْمَةُ عَبْدٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ ظِلُّ فُسْطَاطٍ أَوْ طَرُوقَةُ فَحْلٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi’ berkata, telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hubab berkata, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Shalih dari Katsir Ibnul Harits dari Al Qasim bin ‘Abdurrahman dari Adi bin Hatim Ath Tha`i Bahwasanya ia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sedekah apa yang paling utama?” beliau menjawab: “Memperbantukan seorang budak untuk jihad di jalan Allah, atau mendirikan kemah untuk berlindung seornag mujahid, atau memberikan seekor unta di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi. No 1551)
Seorang pembelajar jika menginginkan keberkahan ilmu maka saling lah berkhitmad pada sesama pembelajar yang sedang menempuh ilmu fii sabillah dengan saling membantu dan menolong kebutuhan mereka. Termasuk dalam berkhidmad pada sesama pembelajar adalah tolong menolong dalam membantu memenuhi hajat dan kebutuhannya dan saling melayani diantara sesama teman pembelajar sekalipun hal kebaikan sepele misal saling pijat, saling berbagi hadiah, dan sebagainya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim. Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya. (HR. Muslim).
Khidmad pada sesama teman pembelajar adalah jalan keberkahan dalam menuntut ilmu dan keberkahan inilah yang menjadi hal utama dalam proses menuntut ilmu. Termasuk dalam adab pula adalah khidmad atas tempat dimana kita belajar, dengan ikut bertanggungjawab atas keberlangsungannya dan segala hal yang terkait dengannya seperti menjalankan setiap amanah yang ditanggungkan pada diri pembelajar atas amanah yang diberikan dalam mengurus tempat atau lembaga pembelajaran (sekolah atau pondok). Jalan khidmad inilah yang akan menjadikan ilmu yang dipelajari menjadi kemanfaatan dan keberkahan dunia akhirat.
Semoga Allah swt menjadikan ilmu yang dipelajari bermanfaat dan bernilai keberkahan. Semoga Allah swt meridhoi setiap langkah kita menuju jalan ilmu. Aamiiin..
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir Al Afkar