Oleh: dr. Ayunda Dewi Jayanti Jilan Putri
Selamat datang bulan Ramadhan. Pada momen ini umat muslim di berbagai belahan dunia berpuasa sebulan penuh dengan kisaran waktu 11 hingga 18 jam. Ramadhan kali ini menjadi ramadhan kedua di tengah-tengah pandemi COVID-19 yang berjalan dengan menyesuaikan protokol kesehatan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa puasa memiliki berbagai manfaat baik bagi kesehatan secara holistik. Lantas bagaimana dengan pasien terkonfirmasi COVID-19 ataupun penyintas COVID-19? Amankah untuk berpuasa ramadhan?
Puasa ramadhan di UK dan menurunnya angka kematian akibat COVID-19
Sebuah riset di UK yang diterbitkan Journal of Global Health mengambil sampel pada populasi muslim yang menjalankan puasa menunjukkan bahwa angka kematian cenderung menurun selama Ramadhan. Hal ini tentu didukung dengan kebijakan pemerintah untuk menjalankan protokol kesehatan dengan membatasi ibadah berjamaah di masjid sejalan dengan kebijakan lockdown guna menurunkan angka kematian Efek positif itu terus berlanjut setelah ramadhan, menandakan bahwa tidak ada bukti bahwa puasa ramadhan menimbulkan efek merugikan seperti peningkatan angka kematian akibat COVID-19.
Obesitas, keparahan COVID-19, dan puasa ramadhan
Sebuah riset lain menunjukkan obesitas timbul sebagai faktor independen yang kuat dalam meningkatkan angka penyakit dan angka kematian pada kasus terinfeksi SARS-CoV-2. Data terbaru juga menyebutkan obesitas viseral (deposisi jaringan lemak di sekitar organ dalam tubuh yang menumpuk dalam jumlah banyak) dan hiperglikemia (kadar gula dalam darah tinggi) pada penderita diabetes maupun non diabetes menjadi faktor risiko independent COVID-19 yang parah. Ditambah lagi, obesitas dan diabetes mellitus diketahui dapat mengganggu sistem daya tahan tubuh dengan merusak perkembangan memori imun seperti menurunnya efisiensi vaksin SARS-CoV-2.
Penurunan berat badan dan perbaikan kondisi metabolisme orang dengan obesitas maupun yang secara metabolik kurang sehat dapat membatu memperbaiki respon tubuh dalam menghadapi penyakit COVID-19. Studi yang dilakukan McCalmon et.al dari Kansas menyebutkan puasa sebagai bentuk diet sehat (konsumsi makanan dengan cara dan sumber makanan diatur)sebagaimana praktik puasa intermitten mengarah pada penurunan berat badan secara berkelanjutan yang dapat digunakan untuk menjaga kesehatan fisik selama pandemi.
Puasa aman bagi pasien COVID-19
Dilansir dari The Centre for Evidence Based Medicine pada 22 April 2020 bahwa tidak ada bukti yang mengarah pada efek samping puasa selama pandemic COVID-19 pada individu sehat tidak bergejala. Namun, pada pasien dengan gejala demam dan gejala lain yang berkepanjangan akibat COVID-19 dapat berisiko dehidrasi berat hingga penurunan kesadaran mendadak. Pada kondisi seperti ini pasien disarankan tidak berpuasa dan mendapatkan rehidrasi yang cukup.
Sederhananya, cukupi kebutuhan cairannya. Sebelum memulai puasa, pasien juga perlu periksa kondisi penyakit komorbid apapun pada dokter dan mendiskusikan risiko sehingga pasien dibantu mengambil keputusan bersama dengan tetap berpusat pada pasien apakah dapat menjalankan puasa secara sehat dan aman.
Penulis: Dosen Fakultas Kedokteran UB