oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Pengkhianatan adalah tindakan yang paling dibenci oleh Allah, Rasulullah dan kaum mukminin. Karena pengkhianatan adalah tindakan menyalahi atas amanah, sesuatu yang diberikan kepercayaan padanya, kemudian dia berlaku tidak jujur dan berbohong atas amanah itu. Atas tindakan khianat, ketidakjujuran dan kebohongan maka tidak boleh ada pembelaan. Sebagaimana ditegaskan dalam teks sumber wahyu :
إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِتَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِمَآ أَرَىٰكَ ٱللَّهُۚ وَلَا تَكُن لِّلۡخَآئِنِينَ خَصِيمٗا
Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat,(QS. An-Nisa’, Ayat 105)
Teks ayat diatas dengan tegas melarang membela segala tindakan ketidakjujuran, kebohongan dan pengkhianatan. Membela pengkhianat, pelaku ketidakjujuran termasuk membela pelaku korupsi (koruptor) adalah sama dengan mengamini dan membenarkan tindakan tersebut. Terdapat tiga tindakan yang apabila salah satunya dilakukan maka telah termasuk dalam sikap kemunafikan, yaitu apabila bicara penuh dusta dan kebohongan, apabila dipercaya dengan amanah lalu khianat, apabila berjanji selalu mengingkarinya.
Disaat seseorang membela salah satu tindakan tersebut berarti mengamini dan setuju dengan perilaku itu. Islam sangat menjaga agar ummatnya tidak melakukan tindakan kemunafikan tersebut. Sebab kemunafikan adalah kedhaliman, sementara kedhaliman adalah kegelapan kelak di akhirat. Membela adalah mengambil posisi diri pada suatu pilihan. Islam sangat menganjurkan pada ummatnya agar pembelaan diri haruslah pada kebaikan dan kebenaran sekalipun harus menghadapi cacian, cemoohan dan penghinaan dari orang lain. Dalam sebuah sabda nabi disebutkan :
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ أَمَرَنِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- بِسَبْعٍ أَمَرَنِى بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِى أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِى وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِى وَأَمَرَنِى أَنْ أَصِلَ الرَّحِمَ وَإِنْ أَدْبَرَتْ وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ أَسْأَلَ أَحَداً شَيْئاً وَأَمَرَنِى أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ أَخَافَ فِى اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ وَأَمَرَنِى أَنْ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ فَإِنَّهُنَّ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ
Dari Abu Dzaar, ia berkata, “Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan tujuh hal padaku: (1) mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintah agar melihat pada orang di bawahku (dalam hal harta) dan janganlah lihat pada orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan padaku untuk menyambung tali silaturahim (hubungan kerabat) walau kerabat tersebut bersikap kasar, (4) beliau memerintahkan padaku agar tidak meminta-minta pada seorang pun, (5) beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit, (6) beliau memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwa di jalan Allah, (7) beliau memerintahkan agar memperbanyak ucapan “laa hawla wa laa quwwata illa billah” (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), karena kalimat tersebut termasuk simpanan di bawah ‘Arsy.” (HR. Ahmad 5: 159 )
Rasulullah adalah contoh teladan terbaik dalam kejujuran. Hingga beliau mendapatkan gelar “al amin”, yang sangat terpercaya. Ali ibn Abi Thalib pernah berkata tentang sifat Rasulullah Saw., “Sesungguhnya Rasulullah Saw. adalah seorang
manusia yang paling benar ucapannya.” Pada masa-masa awal Islam yang dibawa Rasulullah Saw orang-orang Quraisy telah membuat suatu konspirasi jahat guna menghancurkan misi beliau. Mereka juga mengadang siapa saja yang datang ke Makkah, dan menyebarkan kabar bahwa Rasulullah Saw. adalah seorang tukang sihir. Akan tetapi, ada di antara mereka yang sangat menentang kebohongan tersebut meskipun sebenarnya dia memusuhi Rasulullah, yakni Nadhir ibn Harits. Ibn Abbas meriwayatkan bahwa Nadhir ibn Harits berkata kepada masyarakat Quraisy, “Ketika Muhammad dalam usia muda, dia adalah orang yang palling
menyenangkan, paling jujur, dan paling tepercaya di antara kamu sekalian, sampai memutih rambutnya dan sampai dia menyampaikan ajaran kepada kamu. Lalu kemudian kamu sekalian mengatakan, ‘Dia tukang sihir (penipu).’ Tidak! Demi Allah, dia bukanlah seorang tukang sihir.” Meskipun orang-orang Quraisy mendustakan Muhammad Saw. mengenai kenabiannya, tetapi tidak adapun yang berani mendustakannya tentang kejujuran, amanah,
dan kebenaran beliau. Abu Jahal berkata, “Kami tidak pernah seorang mendustakan engkau dan engkau bukanlah seorang pendusta. Namun, kami mendustakan apa yang engkau bawa.”
Setelah peristiwa tersebut, Allah Swt. berfirman,
قَدۡ نَعۡلَمُ إِنَّهُۥ لَيَحۡزُنُكَ ٱلَّذِي يَقُولُونَۖ فَإِنَّهُمۡ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَٰكِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ يَجۡحَدُونَ
Sungguh, Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu (Muhammad), (janganlah bersedih hati) karena sebenarnya mereka bukan mendustakan engkau, tetapi orang yang zhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. (QS. Al-An’am, Ayat 33)
Akhnas ibn Syariq bertemu dengan Abu Jahal dalam Perang Badar, kemudian dia bertanya kepada Abu Jahal, “Hai Abu Jahal! Di sini hanya kita berdua dan tidak ada orang lain, maka ceritakanlah tentang diri Muhammad, apakah benar dia itu orang yang jujur atau pendusta?” Mendengar pertanyaan Akhnas ibn Syariq, Abu Jahal langsung menjawab, “Demi Tuhan! Sesungguhnya Muhammad itu ialah orang yang benar dan dia tidak pernah dusta.”
Ciri utama dari komunikasi profetik adalah menegakkan kejujuran dan membenci kebohongan dan pengkhianatan. Karena kebohongan dan pengkhiatan adalah dua hal yang akan merusak dan menjadi sumber utama dari perilaku menyimpabg lainnya termasuk perilaku korupsi. Artinya solusi profetik atas tindak korupsi adalah membangun nilai-nilai spiritualitas keimanan yang diletakkan sebagai dasar pola tindakan sebagai wujud konsekwensi dari keyakinan yang proklamasikannya.
Penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen Fisip UB