KANAL24, Surabaya – Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) 2 dan Manajemen Strategis OJK, Mulyanto, mengatakan, untuk membangun ekosistem penguatan pengembangan keuangan syariah dibutuhkan literasi yang cukup terhadap produk jasa keuangan dan juga produk produk halal. Dengan demikian ekosistem bisa terbangun. Karena dengan pemahaman yang baik, akan membuat masyarakat dan pelaku usaha paham investasi apa yang layak untuk diikuti.
“Jangan sampai tergiur investasi-investasi yang ilegal dengan tawaran-tawaran imbalan yang menggiurkan. Meskipun itu dengan nama-nama tokoh agama ataupun tokoh masyarakat,” ujar Mulyanto pada Talkshow Meraih Berkah dengan Investas dan Bisnis Halal, Kamis (29/4/2021)
Mulyanto berharap bagi pengguna handphone dan smartphone jangan sampai kalah dengan alat komunikasi pintar, yang menggunakan juga harus pintar. “Perlu diingat dalam berinvestasi kalau itu bisnis dan investasi halal tentunya harus teliti dan berkah serta tidak ada riba,” tuturnya.
Menurutnya, hal itu merupakan prinsip dari ekonomi syariah guna mendapatkan keberkahan selain halal dan baik. “Ini kunci untuk mendapatkan keberkahan. tentu semua ingin mendapatkan keberkahan dari investasi,” terangnya.
Oleh karena itu, dia berharap, pelaku UMKM bisa mendapatkan ilmu bagaimana mengembangkan UMKM, bagaimana mendapatkan akses keuangan melalui talkhshow ini.
“Dari bank syariah tentu selalu memikirkan bagaimana dana-dana yang dititipkan dalam bentuk tabungan deposito dan giro ini bisa disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan untuk usaha produktif guna memenuhi kebutuhan pokok. Semuanya itu akan dinilai diteliti oleh tim dari bank syariah Indonesia,” paparnya.
Dikatakannya, OJK secara paralel pada semua kantornya melakukan kegiatan talkshow yang kurang lebih dengan tema yang sama. Yakni mengedukasi masyarakat dalam peningkatan literasi terhadap pemilihan investasi dan produk syariah.
Menurut Mulyanto, hasil survei OJK tahun 2019 literasi keuangan syariah secara nasional baru sekitar 8,9% inklusinya 9%. “Jadi penggunaan produk syariah itu inklusinya lebih tinggi dari literasinya,” katanya.
Sementara di Jawa Timur tingkat literasinya agak lebih baik yakni 28% literasi tapi inklusinya justru lebih rendah sebesar 23,5%. “Jadi dari 100 orang itu yang paham keuangan syariah 28 orang yang sudah menggunakan transaksi keuangan syariah baru 23 orang,” terangnya.(sdk)