Oleh: Novi Susanto
Pandemi menyerang sendi-sendi kehidupan
“Maafkan pakaian kasual, ini bisa jadi sedikit berantakan karena menempatkan balita ke tempat tidur, jadi saya tidak mengenakan pakaian kerja saya,” kata Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menunjukkan perubahan ini ketika menjadi tuan rumah dalam sesi tanya jawab di Facebook Live beberapa waktu yang lalu pada saat pandemic mulai menjangkiti negara bagian selatan didunia itu. Kondisi tersebut mungkin tidak pernah kita ketahui sampai kapan pandemic akan berakhir. Pergerakan data statistik covid-19.go.id per tanggal 17 September 2020 telah merekam setidaknya 228.993 kasus terkonfirmasi positif terjangkit virus corona, dengan 55.792 diantaranya dirawat, 9.100 meninggal dan 164.101 sembuh. Informasi kasus yang menjangkiti tersebut boleh jadi fenomena gunung es, karena sejatinya masih banyak klister-klaster potensial yang masih belum masuk radar perekaman satuan gugus tugas baik di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi maupun di tingkat Nasional. Belum lagi berita pilu yang tidak kalah menyayat sanubari menambahkan deretan panjang jumlah tenaga medis yang telah gugur selama menjalankan darma baktinya menangani pasien terjangkit covid-19. Mereka para tenaga medis sebagai garda depan sistem pertahanan kesehatan selayaknya tetap mendapatkan perlindungan dan keselamatan karena kasus kematian tenaga medis di Indonesia merupakan peringkat ketiga di dunia setelah Rusian dan Mesir dan peringkat pertama di Asia.
Bagaimana gambaran dampak pandemik covid-19 menyerang sektor ekonomi dan bisnis khususnya bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah, sudah barang tentu kondisinya tidak lebih baik dengan sektor kesehatan. Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia pada era Presiden SBY, Boediono pernah menyampaikan bahwa kondisi saat ini bukan sekedar resesi, bukan sekedar depresi, tetapi paralisis, dimana digambarkan suatu sistem yang tiba-tiba membeku, dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali kepada masa normal.
Hasil survei cepat Dampak Covid-19 Terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia yang dilakukan oleh Asian Development Bank dan laporannya telah didiseminasikan secara resmi pada bulan Juni 2020 melalui Kantor Pusat di Manila menyoroti secara seksama beberapa diantaranya adalah:
1. Setengah dari UMKM menangguhkan usahanya setelah wabah virus; setengah lagi tetap beroperasi di tengah gangguan pasokan dan permintaan yang rendah.
2. Penjualan dan pendapatan UMKM turun drastis pada bulan Maret dan terus memburuk pada April 2020 karena makin banyaknya usaha yang tutup sehingga tidak ada penjualan dan pendapatan.
3. Jumlah pekerja UMKM yang menganggur meningkat selama Maret dan April 2020. Semua sektor terus mengurangi jumlah pekerjanya setelah wabah virus, khususnya sektor manufaktur.
4. Usaha mikro dan kecil mengedepankan PHK selama pandemi, sedangkan usaha menengah mempertahankan kegiatan usahanya dengan mendorong bekerja dari rumah dan penyesuaian jam kerja.
5. Setengah dari UMKM menunda pembayaran upah karyawan setelah wabah COVID-19.
6. Kebanyakan UMKM langsung mengalami kekurangan dana yang diperlukan untuk menjalankan usaha dan kesulitan bahkan untuk mengumpulkan sedikit dana.
7. Kebanyakan UMKM, terlepas dari ukuran dan sektor usahanya, sangat mengharapkan bantuan keuangan dari pemerintah.
Dampak pandemi yang dirasakan oleh para pelaku UMKM pada krisis kali ini begitu mendalam dirasakan karena telah menghancurkan sisi terpenting ekonomi yaitu supply (penawaran) dan demand (permintaan). Apabila pada saat krisis ekonomi tahun 1998 semua ekonom dan para ahli bersepakat bahwa selalu mengumandangkan dengan lantang bahwa UMKM berperan sebagai penyelamat ekonomi nasional, karena ditengah banyaknya industri berjatuhan, ekspor UMKM justru terkerek keatas berkali lipat dengan perolehan keuntungan yang fantastis sejalan dengan tingginya nilai tukar dollar Amerika Serikat terhadap rupiah pada waktu itu. Akan tetapi pandemic covid-19 tidak bisa terelakkan dampaknya oleh hampir seluruh negara di dunia. Dampak kali ini lebih keras memukul UMKM dikarenakan tingginya kerentanan dan rendahnya ketahanan dikarenakan keterbatasan liquiditas, penyedia bahan serta pilihan kecepatan merubah strategi model bisnis.
Lantas bagaimana pandemi menyerang UMKM yang saat ini mencapai 64,19 juta pelaku usaha atau 99,9% dari total unit usaha di Indonesia, dengan UMKM yang paling mendominasi masih usaha mikro yang mencapai 63 juta lebih unit usaha atau 98,68% dari total UMKM. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar mengganggu sisi supply penawaran dan sisi demand (permintaan). Banyak UMKM mengalami pengurangan aktivitas yang mengarah kepada ujung pemberhentian kegiatan produksi. Dalam hal permintaan demand, minimnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan banyaknya UMKM yang tidak dapat menciptakan setinggi-tinginya keuntungan, sehingga menyebabkan berkurangnya likuiditas perusahaan. Kondisi ini yang membedakan dengan resesi ekonomi tahun 1998, rantai nilai tidak terputus antara supply dan demand antara pelanggan dengan produsen. Selain itu produsen masih bisa bertemu secara fisik face to face dengan konsumen, jalur distribusi tidak mengalami hambatan dan kendala.
Upaya pemerintah menjaga UMKM
Dibawah kerangka kebijakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berdasakan Peraturan Pemerintah Nomor 23/2020 yang merupakan salah satu respon atas penurunan aktivitas masyarakat dan berdampak kepada ekonomi khususnya sektor informal dan UMKM, tidak kekurangan upaya Pemerintah Indonesia menggelontorkan berbagai skema kebijakan untuk memproteksi para pelaku UMKM. Tidak kurang dari Rp. 68,21 Triliun berdasarkan data dan informasi dari Kementerian Keuangan tahun 2020 dukungan Pemerintah yang berupa, pertama, subsidi Bunga sebesar Rp. 34,15 Triliun, kedua, Insentif perpajakan Rp. 28,06 Triliun dan yang ketiga penjaminan untuk kredit modal kerja baru UMKM sejumlah Rp. 6 Triliun. Hal ini belum ditambahkan bantukan sebelum Kebiajakan PEN diberlakukan seperti: Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Prakerja untuk UMKM yang masuk kategori miskin dan kelompok rentan.
Rencana Alternatif Penguatan Pendampingan Pasar
Kita tidak pernah meragukan upaya pemerintah sekalipun dalam melindungi dan menyelamatkan sector UMKM dari dampak pandemi melalui berbagai macam upaya dan kebijakan yang digelontorkan secara besar-besaran dan sekali tembak dalam waktu yang bersamaan dan berdekatan. Namun apakah tidak menjadi pertimbangan ditengah ketersediaan data UMKM yang terbatas dan cenderung kurang dapat dipertanggungjawabkan, menurut hemat kami bantuan yang diberikan pada kelompok fokus harus diperinci lebih lanjut guna mendorong pemanfaatan anggaran yang terbatas secara efektif dan membantu kelompok usaha, sektor, dan bidang yang terdampak paling parah. Kemudian yang tidak kalah penting dukungan atau bantuan dari Pemerintah seharusnya dilakukan secara bertahap serta disesuaikan menurut ukuran UMKM yang tentunya ditopang oleh pendampingan secara intensif dan melekat. Karena di dalam situasi pandemi ketidakpastian dan dinamika adalah sebuah keniscayaan.
Selanjutnya jangan sampai abai untuk menggarap sisi permintaan yang juga perlu menjadi pertimbangan, karena seperti penjelasan sebelumnya permasalahan penurunan daya beli masyarakat, minimnya permintaan dari konsumen diperlukan upaya penciptaan peluang jejaring pasar baru untuk menopang upaya yang telah dilakukan pada sisi supply mujarab sebagai obat pereda resesi paralisis bagi UMKM. Pembinaan dan peningkatan kapasitas UMKM agar mampu terhubung dengan ekosistem digital merupakan keharusan, karena yang terbukti tumbuh dan berkembang dengan baik pada masa pandemic adalah mereka yang sudah terhubung dengan ekosistem bisnis digital. Berdasarkan peta e-commerce Indonesia tidak kurang dari 50 pemain e-commerce yang bersaing dilengkapi dengan hasil analisis rata-rata pengunjung website pada setiap kuartal, ranking aplikasi, pengikut media sosial, serta jumlah karyawan. Semoga peluang pasar baru didunia digital tersebut menjadi upaya alternative strategi memperkuat UMKM ditengah badai pandemi.
Penulis: Alumni FIA UB dan Market Linkages Manager pada Program Kemitraan Indonesia Australia (KOMPAK)