KANAL24, Jakarta – Tim pembuatan feasibility study pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ( PLTS a) meyakini, hasil pengelolaan sampah secara tepat bisa menjadi bahan bakar PLTS a, sehingga akan membantu percepatan program pemerintah mengenai bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen di tahun 2025.
Menurut anggota Tim Feasibility Study PLTS a, Sri Bebassari, keberhasilan penanganan masalah sampah akan berdampak positif bagi sektor lain, lantaran hasil pengelolaan sampah bisa dijadikan bahan bakar bagi PLTS a. “Benefit yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah bisa dirasakan sektor lain,” ucap Sri dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Ketua Indonesia Solid Waste Association (InSWA) ini mengatakan, PLTS a terbilang cocok untuk diterapkan di Indonesia sebagai salah satu alternatif sumber energi. “Saat ini pemerintah berupaya mencari sumber energi terbarukan untuk menjadi alternatif dari penggunaan sumber energi yang selama ini sebagian besar dari minyak bumi,” ucap Sri.
Dia mengatakan, kehadiran sumber energi baru diyakini bisa mengatasi ketergantungan Indonesia atas impor minyak bumi. “Pemerintah melalui PT PLN (Persero) sedang mempersiapkan pencapaian bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM , selama kurun 2019-2022 akan ada pengoperasian 12 PLTS a yang bisa menghasilkan tenaga listrik mencapai 234 megawatt (MW) dari 16 ribu ton sampah per hari. Jika berjalan sesuai rencana, Surabaya akan menjadi kota pertama yang bisa mengoperasikan PLTS a berbasis biomassa tersebut.
PLTS a kedua yang akan beroperasi ada di Bekasi, Jawa Barat, dengan daya 9 MW, selanjutnya ada di Surakarta, Jawa Tengah (10 MW), Palembang (20 MW) dan Denpasar (20 MW). Dan, selebihnya akan berada di Jakarta dengan kapasitas mencapai 38 MW, Bandung 20 MW.
Lebih lanjut Sri Bebassari menyebutkan, saat ini merupakan masa transisi bagi Indonesia dalam menghadirkan green energy . “Jika EBT yang menggunakan sampah ini dimanfatkan, sekaligus dapat menyelesaikan persoalan sampah,” ungkap dia.
Dia menyebutkan, saat ini PLN gencar mengkampanyekan EcoMoving atau perubahan gaya hidup menggunakan transportasi massal yang menggunakan EBT, seperti Mass Rapid Transport (MRT), kereta listrik, Light Rail Transit (LRT), bus listrik atau menggunakan kendaraa berbahan bakar green energy , seperti mobil listrik dan sepeda listrik.
Sri menambahkan, pengelolaan sampah di Indonesia harus dipacu secara cepat dan tepat, karena volume sampah di kota besar meningkat pesat dan menjadi masalah bagi lingkungan. “Kegiatan pengelolaan sampah untuk kota-kota besar seperti Jakarta sudah dalam kondisi darurat. Apalagi Jakarta tidak memiliki TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir),” ucapnya. (sdk)