KANAL24, Jakarta – Kementerian Energi Sumber Daya Mineral ( ESDM ) mencatat pasokan listrik Indonesia bertambah 4.200 Mega Watt (MW) selama 2019, dengan beroperasinya pembangkit baru dari program kelistrikan 35 ribu MW. Namun kemajuan program 35 ribu MW tak berimbas pada harga saham emiten yang memiliki bisnis pembangkit listrik.
Pada Kamis (9/1/2020) Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, ?realisasi kapasitas listrik nasional pada 2019 mencapai 69,1 Gigawatt (GW,) bertambah 4,2 GW dari kapasitas 2018 sebesar 64,9 GW. Sementara pada tahun 2018, kapasitasnya hanya bertambah 2,7 GW dibanding kapasitas tahun 2017 sebesar 62,2 GW.
Pada tahun 2017, kapasitas kelistrikan bertambah 3,9 GW dibandingkan tahun 2016 sebesar 58,3 GW. Pada tahun 2016 kapasitas kelistrikan bertambah 3,7 GW dibandingkan kapasitas listrik terpasang pada tahun 2015 sebesar 54,6 GW.
Khusus untuk program 35 GW, Arifin memaparkan, perkembangan realisasinya hingga tahun lalu sebanyak 62% atau 21.825 MW sudah dalam tahap konstruksi. Sekitar 20% nya atau 6.878 MW dalam tahap kontrak belum konstruksi. Dan sekitar 829 MW atau 2% masih dalam tahap pengadaan. Sisanya sebanyak 734 MW atau 2% masih dalam tahap perencanan.
Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menilai perkembangan realisasi Program 35 GW sebetulnya mengalami keterlambatan dibandingkan jadwal semula yang diproyeksikan oleh pemerintah. Akibatnya, meskipun tahun lalu mengalami kemajuan, namun dampaknya terhadap harga saham emiten yang terlibat dalam Program 35 GW menjadi kurang bagus.
“Investor tentu membeli saham dengan ekspektasi melakukan langkah bisnis yang memang telah diharapkan. Ketika itu mundur atau molor, tentu berimbas kepada sentimen negatif,” kata Hans
Contohnya, harga saham PT United Tractors Tbk yang tengah membangun PLTU Jawa 4 berkapasitas 2×1.000 MW. Harga saham emiten berkode UNTRini justru selama Januari 2019 hingga Januari 2020 konsisten berada di zona merah. Hingga sore ini, harga saham UNTR
berada di level 22.225, menguat 900 poin atau 3,67% dibandingkan penutupan perdagangan terakhir.
Begitu pula dengan harga saham PT Toba Bara Sejahtera Tbk yang sedang membangun pembangkit listrik di Gorontalo, berkapasitas 2×50 MW. Harga saham emiten berkode
TOBAini sempat mencapai titik tertinggi pada Juni 2019 dengan harga 496. Tapi selepas Agustus 2019, harga saham TOBAterus menurun dan terperosok ke zona merah hingga awal tahun ini. Kini hargasaham TOBA berada di level 358.
Sedangkan PT Adaro Energy Tbk, anggota kosorsium pembangunan PLTU Tanjung bergkapasitas 200 MW, harga sahamnya selama setahun terakhir ini naik turun. Namun harga saham emiten berkode
ADROini relatif stabil bertahan di zona hijau. Bahkan memasuki akhir tahun lalu hingga awal tahun ini, harga saham ADROmenguat. Hari jumat ADRO naik 55 poin atau 3,68% ke level 1.550. (sdk)