Kanal24, Malang – Di era disrupsi atau era di mana seluruh sistem dan tatanan bisnis harus berubah menyesuaikan kemajuan teknologi, Indonesia membutuhkan inovasi-inovasi baru terutama di bidang administrasi bisnis. Rektor Universitas Brawijaya Prof Widodo, S.Si.,M.Si.,Ph.D.Med.Sc menekankan bahwa menumbuhkan budaya inovasi dalam administrasi bisnis adalah tanggung jawab dari Asosiasi Ilmu Administrasi Bisnis Indonesia (AIABI), Selasa (26/7/2022).
Ia mengakui bahwa Ilmu Administrasi Bisnis merupakan tulang punggung pembangunan nasional Indonesia. Peran dari Fakultas Ilmu Administrasi di seluruh Indonesia sangat penting dan strategis dalam proses pembangunan nasional. Hal ini ia sampaikan dalam sambutannya di Kongres dan Seminar Nasional AIABI yang diselenggarakan di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
“Saya menggaris bawahi kalimat dari Prof Kusdi selaku Ketua AIABI, bahwa Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis menjadi tulang punggung pembangunan nasional Indonesia, sehingga peranannya menjadi sangat penting dan strategis,” tutur Widodo.
Ia mengatakan, disrupsi teknologi yang berkembang pesat ditambah adanya pandemi COVID-19 beberapa waktu lalu, tentu menyebabkan banyak perubahan kultur yang tidak menentu. Hal tersebut merupakan tantangan bagi berbagai pihak, termasuk yang bergerak di bidang administrasi bisnis.
“Kalau kita mau menjadi bangsa yang mandiri, maka industri bisnis di Indonesia harus kuat. Tidak hanya kuat di dalam negeri, tetapi kita juga harus mampu ekspor produk dari dalam negeri. Tidak hanya produk, tetapi juga budaya dan peradaban harus ekspor ke luar negeri,” kata Rektor Universitas Brawijaya tersebut.
Guna mengarahkan pertumbuhan budaya bisnis ke arah yang lebih baik serta mampu menghasilkan produk bernilai unggul dan kompetitif, maka dibutuhkan inovasi untuk mengubah kebiasaan dan cara berpikir masyarakat agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan nasional di era disrupsi. Menurut Widodo, inovasi yang baik membutuhkan pengembangan riset yang baik pula.
Ia menambahkan, cara mengolah riset dengan proper sehingga dapat memunculkan beragam inovasi masih belum berkembang di Indonesia. Penyebab dari terhambatnya perkembangan inovasi bukan karena sumber daya manusia yang kurang berkualitas, melainkan adanya sistem (budaya) di Indonesia yang tidak bisa menerima pemikiran-pemikiran baru.
“Jangan sampai dengan fakultasnya yang besar dan alumninya tersebar di mana-mana, tetapi ternyata tidak mampu mengubah suatu budaya khususnya berbudaya inovasi. Menurut saya, sentuhannya (perombakan) tidak hanya pada level kurikulum, tetapi juga bagaimana mengubah mindset yang bisa mengubah budaya,” ujar Widodo.
Widodo juga berpesan, bahwa tumbuhnya budaya berinovasi di bidang administrasi bisnis adalah tugas dari seluruh akademisi Ilmu Administrasi.
“Fakultas Ilmu Administrasi ini harus berperan dalam proses yang disebut dengan social engineering. Bagaimana kontribusi kita dalam mengubah budaya lama. Contoh kecil saja, dari kecil anak-anak sudah kita didik untuk membuang sampah pada tempatnya, atau diajarkan untuk ngantri. Tetapi nyatanya budaya tersebut tidak terbentuk di lingkungan kita. Apalagi birokrasi dan lainnya. Oleh karena itu, persoalan menumbuhkan budaya berinovasi ini saya titipkan kepada bapak-ibu di AIABI,” pesan Widodo. (nad)