Kanal24, Malang – Andy Yentriyani, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada acara Konferensi Pengetahuan Dari Perempuan yang diselenggarakan di UB pada Selasa (17/09/2024) menyoroti bahwa kekerasan terhadap perempuan sering kali terjadi karena adanya relasi timpang antara individu. Ketimpangan ini dapat disebabkan oleh stereotip sosial tentang peran perempuan dan laki-laki, kemiskinan, hingga perbedaan status sosial.
“Relasi timpang itu bisa terjadi bukan hanya karena gender, tapi juga karena faktor ekonomi, tempat tinggal, atau cara berpakaian. Oleh karena itu, kita perlu sama-sama mengubah cara pandang dan tindakan kita untuk menempatkan semua orang sebagai setara,” ungkap Andy dalam sesi diskusi.
Lebih lanjut, Andy Yentriyani menjelaskan bahwa Komnas Perempuan memiliki peran penting dalam melakukan pemantauan publik serta mendorong program-program yang berpihak pada perempuan korban kekerasan. Ia menekankan bahwa inovasi adalah kunci dalam pencegahan kekerasan, terutama di era digital saat ini. Dengan perkembangan teknologi, akses informasi menjadi lebih mudah, namun tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memastikan informasi tersebut dapat diakses oleh semua kelompok, termasuk kelompok rentan seperti lansia yang belum tentu familiar dengan teknologi digital.
“Komnas Perempuan terus berinovasi dalam upaya pencegahan kekerasan, salah satunya dengan menjangkau lebih banyak orang melalui media digital. Tapi kami juga menyadari ada kelompok lansia yang mungkin belum bisa beradaptasi dengan teknologi. Oleh karena itu, kami terus berupaya mencari cara yang tepat agar informasi bisa disampaikan sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat,” tambah Andy.
Selain membahas isu-isu kekerasan terhadap perempuan, konferensi ini juga menghadirkan diskusi panel yang membahas berbagai aspek kekerasan berbasis gender. Diskusi tersebut menyoroti praktik-praktik terbaik dalam mencegah kekerasan serta strategi pemberdayaan ekonomi bagi perempuan korban kekerasan. Salah satu poin penting yang dibahas adalah bahwa pemberdayaan ekonomi tidak hanya berfokus pada dukungan finansial, tetapi juga membangun kemampuan naratif para perempuan untuk mengatasi dan mengoreksi relasi timpang yang sering menjadi akar dari kekerasan.
Andy Yentriyani juga menyampaikan pentingnya kerja sama antara berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam menciptakan program-program pemberdayaan yang berkelanjutan. Menurutnya, pemberdayaan ekonomi harus memperhatikan aspek yang lebih luas daripada hanya dukungan finansial. Perempuan korban kekerasan memerlukan narasi yang kuat untuk mengubah relasi timpang yang sering mereka hadapi, baik di rumah tangga maupun di masyarakat luas.
Dengan adanya kolaborasi antara Universitas Brawijaya dan Komnas Perempuan, diharapkan program-program terkait pemberdayaan dan perlindungan perempuan dapat lebih mudah diakses serta memberikan dampak nyata bagi masyarakat luas. (nid/una)