Kanal24, Malang – Di tengah atmosfer politik yang kian dinamis menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo melakukan perombakan Kabinet Indonesia Maju, Senin (19/8/2024). Ia melantik tiga menteri dan satu wakil menteri baru. Langkah tersebut, meskipun mengundang berbagai spekulasi, namun memiliki makna penting dalam konteks komunikasi politik.
Menurut Dr. Verdy Firmantoro, Analis Komunikasi Politik dari FISIP Universitas Brawijaya, reshuffle ini merupakan bagian dari upaya mempersiapkan transisi menuju pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“Reshuffle ini tidak hanya sekadar perombakan biasa, tetapi lebih kepada pemanasan menuju pemerintahan baru,” ujar Dr. Verdy. Hal ini terlihat jelas dari masuknya sejumlah figur yang dekat dengan Prabowo ke dalam kabinet.
Dr. Verdy menambahkan bahwa ini adalah bentuk akomodasi politik dari Presiden Jokowi untuk mewadahi kepentingan dan visi yang diusung oleh Prabowo-Gibran. Reshuffle yang dilakukan tidak hanya sekarang, tetapi juga beberapa waktu yang lalu, mencerminkan upaya Jokowi untuk memastikan transisi yang mulus ke pemerintahan berikutnya. Nama-nama yang diakomodasi dalam reshuffle ini merupakan langkah awal untuk menyiapkan formasi kabinet yang sesuai dengan kebutuhan pemerintahan baru.
Selain itu, penunjukan tokoh-tokoh profesional seperti Prof. Dadan Hindayana sebagai Kepala Badan Gizi dan Taruna Ikrar sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan komitmen Prabowo untuk menempatkan ahli di pos-pos strategis yang membutuhkan keahlian substansial dan teknis. Hal ini selaras dengan program Prabowo-Gibran yang fokus pada penguatan gizi nasional, termasuk rencana makan siang gratis untuk anak-anak sekolah, yang menjadi prioritas pemerintahan mendatang.
Penunjukan ini, meskipun dilakukan oleh Presiden Jokowi, jelas memiliki dimensi politik yang terkait dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. “Ini menunjukkan bahwa ada kepentingan untuk mengakomodasi visi pemerintahan baru dalam transisi ini,” jelas Dr. Verdy.
Di sisi lain, penunjukan Hasan Nasbi sebagai Kepala Badan Komunikasi Kepresidenan dan Angga Raka Prabowo sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika mencerminkan pentingnya penguatan aspek komunikasi dalam pemerintahan.
“Pak Jokowi tampaknya ingin memastikan bahwa di akhir masa kepemimpinannya, ada komunikasi yang lebih baik dan terkoordinasi antara berbagai lembaga,” kata Dr. Verdy.
Ini juga menjadi sinyal bahwa Prabowo melihat komunikasi sebagai elemen penting dalam kepemimpinannya ke depan, mengingat banyaknya kritik terhadap blunder komunikasi politik di masa lalu.
Namun, reshuffle ini juga membawa implikasi politik yang lebih luas, terutama terkait dengan hubungan antara Jokowi dan PDI Perjuangan. Pergantian Yasonna Laoly dengan Supratman Andi Agtas, yang lebih dekat dengan Prabowo, menandakan pergeseran kekuatan politik dari PDI Perjuangan ke Gerindra. Ini menunjukkan bahwa hubungan antara Jokowi dan PDI Perjuangan tidak lagi sekuat sebelumnya, dan ada kemungkinan PDI Perjuangan tidak akan menjadi bagian sentral dari koalisi pemerintahan mendatang.
Terakhir, reshuffle ini juga dapat dilihat sebagai bentuk power sharing, di mana posisi strategis seperti Menteri ESDM kini dipegang oleh Bahlil Lahadalia, sementara posisi Menteri Investasi diberikan kepada Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Gibran.
“Ini menunjukkan bahwa reshuffle ini lebih mengakomodasi kekuatan politik menuju transisi pemerintahan baru, dibandingkan dengan pertimbangan kualitas atau kualifikasi individu,” pungkas Dr. Verdy.
Dengan waktu yang tersisa hanya dua bulan sebelum masa jabatan Jokowi berakhir, reshuffle ini lebih merupakan bentuk mengakomodasi kekuatan politik untuk memastikan transisi yang lancar ke pemerintahan baru di bawah Prabowo-Gibran. Bagaimana pun juga, ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa kekuatan politik yang ada dapat dikelola dengan baik hingga akhir masa pemerintahan Jokowi.