Kanal24, Jakarta – Dalam lanskap ekonomi global yang penuh dinamika dan volatilitas, menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi menjadi tantangan besar bagi setiap negara. Tingginya inflasi, suku bunga yang melonjak, serta arus keluar modal (capital outflow) yang terus menghantui perekonomian global, memaksa banyak negara untuk beradaptasi dengan cepat. Di tengah situasi ini, ekonomi Indonesia menunjukkan ketangguhan yang luar biasa, dengan pertumbuhan yang stabil dan kuat dibandingkan dengan banyak negara lainnya
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia berhasil mencatatkan pertumbuhan yang signifikan di tengah tantangan ekonomi global yang terus bergolak. Meskipun dunia menghadapi inflasi tinggi, kenaikan suku bunga sebesar 500 basis poin di Amerika Serikat, serta penguatan dolar yang menyebabkan capital outflow, Indonesia tetap mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, tepatnya 5,05% pada tahun 2023.
“Kita tetap bisa menjaga momentum pertumbuhan dalam pergolakan dan situasi di mana dinamika ekonomi global luar biasa tinggi. Juga terjadinya fragmentasi, proteksionisme, kenaikan tarif, yang menyebabkan perdagangan dunia melemah dan global growth hanya 3%, sementara kita tetap terjaga di 5%,” jelas Menkeu saat Rapat Kerja Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin (02/09/2024).
Pertumbuhan ekonomi ini mencerminkan tingginya resiliensi ekonomi Indonesia, terutama dari sisi pengeluaran rumah tangga yang tetap kuat dan peningkatan investasi, atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), yang didorong oleh adanya capital inflow. Pemerintah, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terus memainkan peran krusial dalam mendukung dan memfasilitasi pertumbuhan ini.
Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi yang kuat juga memberikan dampak positif pada berbagai indikator pembangunan. Menkeu menyatakan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia kini kembali turun di bawah level sebelum pandemi. Setelah sempat meningkat akibat pandemi COVID-19, dari 9,4% pada 2019 menjadi 10,14%, tingkat kemiskinan kini telah turun menjadi 9,03%, bahkan lebih rendah dari level 2019.
Selain penurunan tingkat kemiskinan, perbaikan juga terlihat pada gini rasio, indikator yang mengukur ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat. Pada tahun 2024, gini rasio Indonesia mencatat perbaikan, turun dari 0,381 menjadi 0,379, meskipun kenaikan sempat terjadi selama pandemi.
Menkeu juga menegaskan bahwa meskipun terjadi perbaikan, tantangan pemerataan masih ada, terutama di wilayah-wilayah tertentu yang tingkat kemiskinannya masih di atas rata-rata nasional. “Tentu ini tidak menyebabkan kita berpuas diri karena kalau kita lihat beberapa tingkat kemiskinan di berbagai daerah masih di atas rata-rata nasional dan bahkan di beberapa daerah double digitnya cukup tinggi,” pungkasnya.
Pencapaian ini menurut menkeu menjadi bukti bahwa dengan kebijakan ekonomi yang tepat dan adaptif, Indonesia mampu mengatasi tantangan global dan terus mendorong pembangunan yang inklusif serta berkelanjutan.