Kanal24, Malang – Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia terus menghadapi tantangan berat terkait dampak lingkungan dan sosial dari sektor perkebunan. Dalam upaya menjawab persoalan tersebut, Dr. Rizka Amalia dari Research Group 2 Universitas Brawijaya dalam acara Scientific Meeting NIHR yang digelar oleh Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) pada Selasa (02/12/2025) memaparkan hasil dan arah riset terbaru mengenai keberlanjutan perkebunan kelapa sawit, meliputi isu emisi karbon, konflik sosial, hingga kebutuhan pendekatan multidisiplin yang lebih komprehensif.
Dampak Lingkungan dan Sosial Jadi Sorotan Utama
Dalam paparannya, Dr. Rizka Amalia menegaskan bahwa perkebunan kelapa sawit selama ini menghadirkan berbagai persoalan, mulai dari kerusakan lingkungan, hilangnya tutupan lahan (land cover change), peningkatan emisi karbon, hingga konflik sosial di tingkat komunitas. Sebagai komoditas besar yang menyokong perekonomian nasional, kelapa sawit membutuhkan regulasi dan inovasi pengelolaan yang lebih ketat dan terukur.
Baca juga:
Negosiasi: Jurus Wajib Mahasiswa Masa Kini

Rizka menilai bahwa perhatian pemerintah terhadap pengendalian emisi karbon dari aktivitas perkebunan sudah mulai terlihat, namun riset mendalam masih sangat diperlukan untuk memahami efektivitas kebijakan tersebut. Melalui riset yang dipresentasikan, timnya menganalisis respons pemerintah, celah riset, serta upaya peningkatan keberlanjutan sektor sawit secara ilmiah.
Kesenjangan Riset: Perlu Integrasi Aspek Kesehatan Manusia
Menurut Dr. Rizka, sebagian besar penelitian kelapa sawit selama ini berfokus pada aspek kesehatan lingkungan. Padahal, aktivitas perkebunan juga berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap kesehatan manusia, misalnya melalui penggunaan pupuk kimia yang masif, pencemaran air, hingga kualitas udara.
Oleh karena itu, tim riset menekankan perlunya pendekatan multidisiplin yang melibatkan ahli kesehatan masyarakat, ahli lingkungan, ahli sosial, hingga ilmuwan kimia dan kehutanan. Integrasi ini dianggap penting untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang lebih komprehensif, relevan, dan berpihak pada keberlanjutan.
Agroforestri Sawit Sebagai Alternatif Solusi
Salah satu gagasan utama yang ditawarkan adalah konsep agroforestry dalam perkebunan kelapa sawit. Pendekatan ini dinilai mampu menekan kerusakan lingkungan, meningkatkan keanekaragaman hayati, serta menambah diversifikasi pendapatan petani.
Model agroforestri sawit memungkinkan penanaman tanaman kayu, buah, atau tanaman sela lain di antara pohon sawit, sehingga risiko monokultur dapat berkurang. Pendekatan ini juga memberikan peluang partisipasi masyarakat lebih luas, termasuk keterlibatan ahli pemberdayaan (empowerment) dalam implementasinya.
Membangun Kolaborasi Multi-Pihak untuk Riset Sawit Berkelanjutan
Rizka menekankan bahwa keberhasilan riset kelapa sawit tidak bisa hanya mengandalkan kolaborasi internal universitas. Ke depan, timnya mendorong kerja sama dengan pemerintah, peneliti internasional, lembaga riset nasional, serta universitas di dalam dan luar negeri.
Kolaborasi multi-pihak diyakini mampu memperkuat kapasitas riset, memperkaya perspektif ilmiah, serta mempercepat lahirnya inovasi yang dapat diimplementasikan secara nyata di lapangan. Dengan pendekatan ilmiah, partisipatif, dan lintas disiplin, UB berharap dapat berkontribusi dalam menyusun arah baru pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang lebih adil, sehat, dan berkelanjutan bagi lingkungan maupun manusia. (nid/dht)









