Kanal24, Malang – Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penanganan darurat semakin mendesak di tengah berbagai situasi darurat yang kerap terjadi. Dalam rangka meningkatkan keterampilan pertolongan pertama bagi masyarakat awam, Rumah Sakit Universitas Brawijaya (RS UB) bekerja sama dengan Yayasan Rumah Solusi Malang menggelar Pelatihan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD) untuk para relawan pada Kamis, (30/1/2025).
Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD) merupakan serangkaian tindakan awal yang diberikan kepada seseorang yang mengalami kondisi darurat medis, seperti serangan jantung, kecelakaan, atau cedera serius lainnya, sebelum mendapatkan penanganan lanjutan dari tenaga medis.
Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan keterampilan dasar kepada masyarakat agar mampu merespons situasi darurat dengan cepat dan tepat, sehingga dapat menyelamatkan nyawa.
Komitmen RS UB untuk Pengabdian Masyarakat
Wakil Direktur Keperawatan dan Pelayanan Medis RS UB, dr. Nofita Dwi Harjayanti, MMRS, menyampaikan apresiasinya terhadap kolaborasi ini.
“Kami berterima kasih kepada Yayasan Rumah Solusi Malang dan para media yang mendukung program ini. Salah satu visi RS Universitas Brawijaya adalah menjalankan Tri Dharma perguruan tinggi, termasuk pengabdian masyarakat. Kami berkomitmen menjadi mitra masyarakat Malang dalam membangun kesehatan, terutama di bidang emergency. Pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat peran masyarakat dan relawan sebagai responden pertama dalam situasi darurat,” ujar dr. Nofita.
Menurutnya, penanganan darurat yang paripurna tidak bisa dilepaskan dari peran aktif masyarakat dan relawan. Oleh karena itu, kegiatan pelatihan seperti ini menjadi program rutin RS UB untuk memperkuat kesiapan komunitas dalam menghadapi situasi gawat darurat.
Yayasan Rumah Solusi: Fokus Kesehatan yang Adil dan Merata
Sementara itu Premitha Dhanang Yudanto, pendiri Yayasan Rumah Solusi Malang Raya, menjelaskan bahwa yayasan ini telah berdiri selama hampir dua tahun dengan mengandalkan relawan yang bekerja tanpa imbalan.
“Relawan kami berjumlah sekitar 20 hingga 25 orang yang membantu masyarakat tanpa pamrih. Kami tidak hanya menyediakan ambulans, tetapi juga membantu proses administrasi seperti pengurusan BPJS yang sering terkendala. Selain itu, kami juga memiliki divisi untuk pemulasaraan jenazah, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), hingga menangani orang terlantar. Semua layanan ini kami berikan secara gratis,” ungkap Premitha.
Premitha juga menambahkan bahwa Rumah Solusi Malang Raya rata-rata melayani 10 hingga 20 kasus per hari, mulai dari transportasi darurat hingga membantu penyelesaian birokrasi kesehatan.
Pentingnya Peran Responden Pertama
Salah satu narasumber dalam pelatihan ini, dr. Aurick Yudha Nagara, Sp.EM, KPEC, menekankan pentingnya keberadaan responden pertama.
“Ambulans dari rumah sakit sering kali terlambat tiba di lokasi kejadian. Responden pertama yang berada di lokasi kejadian memiliki peran krusial dalam menentukan peluang keselamatan pasien. Dengan memberikan bantuan awal seperti stabilisasi leher dan pemberian oksigen, kemungkinan bertahan hidup pasien dapat meningkat secara signifikan,” jelas dr. Aurick.
Ia juga menyoroti pentingnya koordinasi antara relawan dan fasilitas kesehatan, terutama dalam situasi bencana. Menurutnya, pelatihan ini dirancang untuk membekali relawan dengan keterampilan dasar seperti pemasangan penyangga leher dan pemberian oksigen, yang paling sering dibutuhkan dalam kasus-kasus darurat.
Tantangan Birokrasi Pelayanan Kesehatan
Koordinator Lapangan Rumah Solusi Malang Raya, Antok, mengungkapkan tantangan yang sering dihadapi dalam memberikan layanan darurat, terutama di wilayah Kabupaten Malang.
“Birokrasi yang rumit sering menjadi hambatan, terutama terkait pengurusan BPJS. Kami berharap pemerintah lebih menghargai peran relawan dan memberikan dukungan yang memadai. Apa yang kami lakukan seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah,” kata Antok.
Pelatihan PPGD ini diikuti oleh sekitar 30 hingga 40 relawan dari 13 komunitas yang ada di Malang Raya. Kegiatan berlangsung selama tiga jam, dengan proporsi waktu satu jam untuk teori dan dua jam untuk praktik. Peserta diajarkan berbagai teknik penanganan darurat, termasuk stabilisasi pasien dan pemberian oksigen.
Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan masyarakat semakin siap menghadapi situasi darurat dan mampu memberikan bantuan pertama yang efektif.(din)