Kanal24, Malang – Rumah Sakit Universitas Brawijaya (RSUB) kembali menegaskan komitmennya sebagai institusi layanan kesehatan yang adaptif terhadap tantangan penyakit infeksius pascapandemi. Dalam kegiatan bertajuk The New Role of RSUB in Managing Infectious Disease pada Kamis (19/6/2025), RSUB menampilkan kolaborasi kuat dengan BPJS Kesehatan dan dukungan dari kalangan akademisi Universitas Brawijaya, guna memperkuat pelayanan kesehatan preventif, promotif, dan kuratif.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D, menekankan bahwa sejauh ini belum ada perubahan skema pembayaran dari BPJS Kesehatan, baik untuk penyakit kronis maupun infeksi. Namun, skema pendanaan berbasis John Payment telah mulai diterapkan, yakni pemberian uang muka kepada fasilitas kesehatan sebelum proses verifikasi selesai, sebagai bentuk percepatan layanan.
Baca juga:
147 Regulasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Akan Dipangkas Demi Produktivitas

“Banyak yang belum tahu bahwa BPJS sudah menyediakan uang muka. Tapi yang lebih penting adalah menjaga kesehatan sejak dini. Kami mendukung penuh akademisi dan mahasiswa yang ingin memanfaatkan data BPJS untuk riset atau publikasi. Kesehatan itu bukan hanya tanggung jawab rumah sakit, tapi semua pihak termasuk masyarakat,” ujar Ghufron.
Ia juga menggarisbawahi bahwa BPJS telah menyediakan sistem screening mandiri melalui aplikasi Mobile JKN, yang memungkinkan peserta mengetahui tingkat risiko kesehatannya hanya dengan menjawab 47 pertanyaan. Namun dari total 279 juta peserta, baru 44 juta yang memanfaatkan fitur ini. “Padahal dengan screening, orang tidak perlu menunggu sakit berat untuk memeriksa diri. Bisa dari rumah, cepat, mudah, dan setara,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur RSUB, Dr. dr. Viera Wardhani, M.Kes, menyampaikan bahwa penyakit infeksi harus dipandang sebagai “bahaya laten” yang memerlukan kesiapsiagaan terus-menerus. RSUB telah memiliki sistem Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang rutin memetakan tren penyakit dan menetapkan protokol penggunaan masker serta tindakan lainnya secara berkala.
“Dengan dukungan hibah dan kolaborasi jejaring, RSUB kini lebih kuat dalam pengelolaan infeksi. Kami bukan hanya menangani penyakit, tapi juga aktif mengedukasi masyarakat dan mahasiswa lewat program PKRS dan kerja sama dengan Puskesmas serta kampus di Malang Raya,” ujar Viera.
Ia juga menegaskan bahwa RSUB tidak akan menutup layanan BPJS, meski sering muncul kesalahpahaman di masyarakat. “Justru kami mendukung sistem rujukan yang tepat sasaran. Bukan semua orang bisa langsung ke rumah sakit. Kita harus utamakan mereka yang benar-benar membutuhkan. Ini soal keadilan dalam pembiayaan sosial,” ucapnya.

Baca juga:
Dokter Anak RSUB Dorong Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak
RSUB, lanjutnya, juga sedang melakukan rebranding agar makin dikenal sebagai rumah sakit pilihan mahasiswa di Malang Raya, khususnya mahasiswa rantau yang kerap kesulitan menggunakan BPJS lintas wilayah. Oleh karena itu, RSUB juga menawarkan layanan terjangkau non-BPJS sebagai solusi alternatif bagi mahasiswa.
Menutup sesi diskusi, Viera menyampaikan harapannya agar RSUB terus menjadi pusat layanan dan edukasi kesehatan yang unggul, serta dapat memperluas pengaruhnya sebagai mitra strategis dalam menjaga kesehatan generasi muda. “Pilih sehat, pilih RSUB,” tegasnya.
Dengan posisi strategis, sumber daya yang mumpuni, serta komitmen edukatif yang kuat, RSUB kini tak hanya menjadi tempat pengobatan, tapi juga pusat pembelajaran dan transformasi layanan kesehatan berbasis kolaborasi. RSUB menunjukkan bahwa inovasi dalam dunia medis tak selalu soal alat canggih, tapi juga soal pemahaman, pencegahan, dan partisipasi semua pihak. (nid)