Oleh : Akhmad Muwafik Saleh
Ngabuburit Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) atau mengabuburit artinya menunggu azan maghrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadhan. Kegiatan ngabuburit biasa dilakukan kaum muslim saat sore hari, sambil menunggu azan maghrib untuk berbuka puasa. Tradisi ngabuburit yang paling lumrah selama ini antara lain : jalan-jalan di sore hari, membeli aneka makanan dan minuman (takjil) di pasar ramadhan sekitar tempat tinggal, bepergian ke tempat ramai di lingkungan tempat tinggal, nongkrong dipinggir jalan sambil menikmati pemandangan lalu-lalang orang yang melintas, dan berbagai kegiatan lainnya. Tentu hal ini tidak bisa dikatakan jelek namun mungkin ada unsur kesia-siaan waktu khususnya di waktu-waktu yang sebenarnya sangat istiijabah di bulan ramadhan.
Seorang muslim yang baik adalah seseorang yang mampu memanfaatkan seluruh waktunya untuk kebaikan dan memberikan kemanfaatan baik bagi dirinya ataupun untuk orang lain. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه
Artinya: “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah)
Seorang yang cerdas tentu akan memanfaatkan waktunya di bulan ramadhan dengan berbagai amalan yang dapat menjadikannya diampuni oleh Allah dan mendapatkan keridhoanNya dengan banyak berdoa dan berdzikir terlebih di waktu yang istijabah.
Cobalah kita perhatikan bagaimana kebiasaan dan karakter para Nabi Allah khususnya dalam memanfaatkan waktu dan kesempatan terbaik dalam hidupnya. Mari kita cermati pemaparan Menarik dari Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah saat menjelaskan Firman Allah SWT surat al Anbiya’ ayat 90 yang mengatakan :
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
”Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan berbagai macam kebaikan, dan mereka senantiasa berdoa kepada Kami dengan disertai rasa harap dan cemas. Dan mereka pun senantiasa khusyu’ dalam beribadah kepada Kami.” (QS. Al Anbiyaa’ [21] : 90).
Menurut beliau bahwa maknanya ialah para Nabi itu bersegera dalam mengerjakan kebaikan-kebaikan, dan mereka juga melakukan kebaikan pada waktu-waktunya yang utama. Mereka pun berusaha untuk menyempurnakan amalan mereka itu dengan sebaik-baiknya. Mereka tidak mau meninggalkan sebuah keutamaan pun pada saat mereka sanggup untuk meraihnya. Mereka tidak mau menyia-nyiakannya, sehingga kalau kesempatan itu ada maka mereka pun bergegas untuk memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya… (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 530)
Para Nabi adalah manusia yang mampu mengelola waktu dan kesempatan dalam hidupnya diisi dengan kebaikan. Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, ”Salah satu bukti kebijaksanaan takdir dan hikmah ilahiyah, yaitu barangsiapa yang meninggalkan apa yang bermanfaat baginya -padahal memungkinkan baginya untuk memetik manfaat itu lantas dia tidak mau memetiknya- maka dia akan menerima cobaan berupa disibukkan dengan hal-hal yang mendatangkan madharat terhadap dirinya. Barangsiapa meninggalkan ibadah kepada ar-Rahman, niscaya dia akan disibukkan dengan ibadah kepada berhala-berhala. Barangsiapa meninggalkan cinta, harap dan takut kepada Allah maka niscaya dia akan disibukkan dalam kecintaan kepada selain Allah, berharap dan takut karenanya. Barangsiapa tidak menginfakkan hartanya dalam ketaatan kepada Allah niscaya dia akan menginfakkannya dalam mentaati syaithan. Barangsiapa meninggalkan merendahkan diri dan tunduk kepada Rabb-nya niscaya dia akan dicoba dengan merendahkan diri dan tunduk kepada hamba. Barangsiapa meninggalkan kebenaran niscaya dia akan dicoba dengan kebatilan.” (Tafsir surat al-Baqarah ayat 101-103, Tais al-Karim ar-Rahman hal. 60-61).
Seseorang yang menyibukkan diri dengan duniawi atau bahkan untuk memenuhi dorongan hawa nafsu dengan berjalan-jalan dan nongkrong selama bulan ramadhan dengan alasan mengisi waktu sambil menunggu waktu berbuka maka hal itu adalah tindakan kesia-siaan yang nyata.
Termasuk dalam mensia-siakan kesempatan adalah tidak memanfaatkan sebaik-baiknya waktu istijabah di bulan ramadhan dengan baik, khususnya saat menjelang waktu berbuka. Sementara saat itu sedang berkumpulnya para malaikat (shift tugas siang dan shift tugas malam) untuk melaporkan amal manusia. Sehingga selayaknya dalam waktu menjelang berbuka tersebut diisi dengan banyak berdzikir, munajat pada Allah serta membaca Alquran, karena pada saat itu adalah termasuk waktu yang istijabah.
Terdapat waktu-waktu yang sangat Istijabah di bulan Ramadhan. Walaupun memang sejatinya seluruh waktu di bulan Ramadhan ada Istijabah. Namun waktu-waktu berikut adalah sangat istimewa, antara lain : setelah ashar sebelum maghrib, menjelang berbuka, pada saat berbuka dan Setelah berbuka, Saat sepertiga malam, saat sahur, setelah Subuh hingga terbit matahari.
Sehingga alangkah baiknya pada waktu-waktu istijabah tersebut dipergunakan untuk berdzikir dan taqarrub kepada Allah SWT, meminta ampun atas segala dosa dan kesalahan selama ini. Termasuk dzikir yang selayaknya diperbanyak sambil menunggu berbuka adalah :
١– اَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله. اَسْتَغْفِرُ الله, أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ .
٢- اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ, تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
٣- يا عظيم يا عظيم, انت الٰهي لا الٰه غيرك, إغفرلي الذنب العظيم, فإنه لا يغفر الذنب العظيم إلا العظيم
Dengan demikian, Jadikanlah Ngabuburit kita adalah untuk menjemput rahmad dan ampunan Allah SWT. Harapannya dengan memperbanyak membaca alquran, berdzikir dan berdoa tersebut selama menjelang berbuka di bulan ramadhan semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita dan membebaskannya dari api neraka. Karena Setiap muslim memang telah dijamin oleh Allah SWT untuk masuk sorga (selama tidak berbuat syirik), namun setiap kita pun juga boleh merasa aman dari api neraka. Semoga Allah mengabulkan setiap doa. Aamiiin yaa rabbal aalamiiin….
*) Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UB, Pengasuh Ponpes Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang