Oleh : Akhmad Muwafik Saleh
Puasa adalah kewajiban yang ditetapkan oleh Alllah SWT kepada ummat manusia sejak dahulu hingga ummat Nabi Muhammad. Sebagai mekanisme ilahiyah bagi umat manusia untuk menghidupkan hubungannya dengan Allah swt dan sesama manusia. Konstruksi Hukum wajib menandakan bahwa suatu amalan tersebut bersifat memaksa yang ditetapkan oleh yang memiliki kedudukan lebih tinggi (Tuhan) kepada yang lebih rendah (Manusia) untuk dikerjakan dan apabila tidak mengerjakannya akan mendapatkan sanksi (dosa).
Karena sebagai sebuah kewajiban, maka balasannya pun (pahala) langsung dari Allah swt sebagai disebutkan dalam hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
Artinya, “Dari Abi Hurairah Ra berkata, Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap amal anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebajikan dilipatgandakan 10 sampai 700 kali. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman ‘Kecuali puasa karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang membalasnya. Dia meninggalkan kesenangan dan makananya karena-Ku,” (HR Muslim).
Salah satu balasan bagi orang yang berpuasa adalah Allah swt menjanjikan memberikan 2 kebahagiaan bagi orang yang perpuasa. Sebagaimana disebutkan dalam hadist Nabi SAW :
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
Artinya, “Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiaran ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya,” (HR Muslim).
Pengertian kebahagiaan ketika berbuka bisa dalam 2 maksud, yaitu pada saat berbuka disetiap harinya atau kebahagiaan saat berhari raya. Sebagai sesuatu yang wajar bahwa waktu yang ditunggu-tunggu dalam setiap hari berpuasa ramadhan adalah saat berbuka. Hal ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi orang yang berpuasa. Termasuk adab dalam berbuka adalah berdoa. Membaca doa saat berbuka tidak boleh dilewatkan oleh seorang muslim. Sebab, berbuka puasa adalah salah satu waktu yang mustajab untuk berdoa.
Teks doa berbuka terdapat dua periwayatan, yaitu :
- Riwayat sahabat Mu’adz bin Zuhrah
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Ya Allah hanya untuk-Mu kami berpuasa dan atas rezeki yang Engkau berikan kami berbuka.”
- Riwayat Sahabat Abdullah bin ‘Umar
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala tetap, insyaallah.”
Pertanyaannya, kapan doa berbuka ini diucapkan ?. Sebelum berbuka ataukah setelah berbuka ?. Kebanyakan kaum muslimin selama ini mengucapkannya sebelum berbuka puasa. Apakah hal demikian benar adanya ?.
Berdasarkan beberapa pendapat kalangan ulama menyatakan bahwa doa berbuka puasa dibaca setelah berbuka bukan sebelum berbuka. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab fathul mu’in diberi penjelasan sebagaimana berikut :
وَيُسَنُّ أَنْ يَقُوْلَ عَقِبَ الْفِطْرِ: اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ وَيَزِيْدُ – مَنْ أَفْطَرَ بِالْمَاءِ -: ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى.
“Disunnahkan membaca doa setelah selesai berbuka ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika aftharthu’ dan bagi orang yang berbuka dengan air ditambahkan doa: ‘Dzahabadzh dzhama-u wabtallatil-‘uruqu wa tsabatal-ajru insyaa-Allah’.”
Mengapa demikian?, Hal ini karena apabila kita analisis kalimat berbuka puasa secara kebahasaan (lughawiyah), bahwa struktur kata yang dipergunakan adalah fi’il madhi, yaitu kata kerja lampau, yang menandakan bahwa penyebutan “ala Rizqika afthortu, atas rezeki yang Engkau berikan aku berbuka” ataupun juga pada riwayat yang kedua, hal itu menandakan bahwa aktivitas tersebut adalah aktivitas setelah berbuka, menikmati rezeki Allah (berbuka), dengan itu Aku berbuka dan bukan dilaksanakan sebelum berbuka karena belum menikmati rezeki Allah.
Hal demikian juga ditegaskan oleh Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha dalam Hasyiyah I’anatut-thalibin juz 2 halaman 279 menjelaskan bahwa waktu membaca doa buka puasa adalah setelah berbuka, bukan dibaca sebelum dan bukan pula saat berbuka. Penempatan waktu membaca doa berbuka puasa dilakukan setelah selesai berbuka puasa adalah dengan merujuk makna yang terkandung dalam doa tersebut.
Menjadi Salah kaprah apabila selama ini doa tersebut dibaca sebelum berbuka, melainkan harusnya setelah berbuka. Dan doa ini sejatinya adalah doa pembuka untuk berdoa selanjutnya pada masing-masingnya setelah membaca doa ini, karena doa setelah berbuka adalah doa yang Istijabah, dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Untuk itu setelah membaca doa berbuka tersebut, dianjurkan setiap kaum muslimin berdoa, apapun hajatnya Insya Allah, diijabahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima puasa kita, mengampuni dosa kita, dan mengabulkan semua doa-doa kita. Aamiin. (ams)
*) Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UB, Pengasuh Ponpes Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang