Oleh : Akhmad Muwafik Saleh*
Satu amalan yang istimewa di akhir Ramadan adalah i’tikaf di masjid untuk menjemput Rahmat besar dari Allah yaiti Lailatul Qadar. Barang siapa mendapatkannya, maka dia tidak akan menyesal selamanya. karena itulah malam yang lebih baik daripada ibadah selama 1000 Bulan (83 tahun), namun untuk mendapatkannya tentu tidak diberikan kepada orang yang tidak menginginkannya dengan sungguh-sungguh. Dan cara untuk menunjukkan kesungguhan mendapatkan Lailatul Qadar adalah dengan menjemputnya, melalui kesungguhan ibadah di 10 terakhir Ramadhan, yaitu itikaf di masjid. sehingga orang yang cerdas tentu dia akan lebih memilih meramaikan masjid di akhir Ramadhan, daripada mengerjakan amal yang sia-sia.
Salah kaprah yang dilakukan kebanyakan kaum muslimin adalah bukannya meramaikan masjid untuk itikaf di masjid, melainkan meramaikan mall-mall pusat pembelanjaan untuk membeli berbagai kebutuhan menjelang lebaran. Tentu hal ini sangat miris sekali, karena nabi menganjurkan untuk i’tikaf di masjid agar mendapatkan Nafahat terbesar, namun sayangnya kaum muslimin tidak mengindahkannya bahkan mengesampingkan peluang besar ini. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi jika telah memasuki sepuluh terakhir bulnn Ramadhan lebih bersungguh-sungguh lagi dalam beribadah. Sebagaimana dalam hadits yang disampaikan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, dia mengatakan:
كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره، و أحيا ليليه، و أيقظ أهله. (البخاري و مسلم).
Artinya: “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah masuk sepuluh terakhir bulan Ramadhan beliau menguatkan sarungnnya (bersungguh-sungguh), menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Bahkan Nabi menghabiskan waktu malamnya untuk beribadah kepada Allah Swt, hingga beliau juga mengajak keluarganya untuk turut serta melakukannya.
Hal ini berbeda dengan kebanyakan kaum muslimin akhir zaman ini. Apabila telah berada dipenghujung ramadhan mereka lebih meramaikan mall pusat pembelanjaan dan mengajak seluruh anak dan istrinya kesana untuk berbelanja. Hinga shaf-shaf shalat teraweh di masjid banyak kosong, berkurang dan lebih maju (karena sedikitnya jamaah) sebab ditinggal oleh para jamaah yang banyak melakukan “i’tikaf” di Mall untuk belanja. Aneh bukan ?.
I’tikaf di masjid terlebih di 10 terakhir bulan ramadhan memiliki keutamaan yang luar biasa. I’tikaf adalah amalan ibadah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Berkaitan dengan hal ini, didalam haditd qutsi disebutkan :
hadits qudsi:
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَنَّهُ (رواه البخاري، رقم 6502)
“Tidak ada suatu ibadah hamba-Ku kepada-Ku yang lebih Aku cintai dibanding apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan apabila hamba-Ku senantiasa mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan (ibadah-ibadah) sunah, maka Aku akan mencintainya. Ketika Aku telah mencintainya, maka Aku (membimbing) pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar. Aku (membimbing) penglihatannya ketika melihat, (membimbing) tangannya ketika memukul dan (membimbing) kakinya ketika melangkah (sesuai dengan taufik da inayah-Ku). Kalau dia meminta-Ku, pasti akan Aku beri. Kalau dia meminta perlindungan-Ku, pasati akan Aku lindungi.” (HR. Bukhari, no. 6502)
I’tikaf di masjid adalah termasuk amalan yang dapat menguatkan kedekatan diri kita kepada Allah swt. I’tikaf itu di masjid bukan di mall, pusat pembelanjaan. i’tikaf adalah berdiam diri berfokus untuk ibadah kepada Allah menjemput rahmat Allah terbesar berupa Lailatul Qadar. syariat i’tikaf harus dilaksanakan di masjid. Sebagian ulama ada yang mengkhususkan i’tikaf di 3 masjid, yaitu masjidil haram, masjid nabawi, masjidil aqsha. Ini adalah pendapat Said bin musayyab.
Sementara menurut pendapat Ibnu Mas’ud, i’tikaf itu dilaksanakan di masjid yang pergunakan untuk shalat jamaah jumat. Sementara yang paling masyhur adalah pendapat yang mengatakan bahwa boleh dilaksanaka di masjid mana saja, hal ini berdasarkan pada keumuman ayat. QS. Al baqarah :187.
Mengenai lama waktu i’tikaf, terdapat beberapa pendapat para ulama. Madzhab Hanafi yang mengatakan palling sebentarnya adalah sehari semalam، Madzhab Maliki adalah 10 hari, Madzhab Syafi’i mengatakan bawa walaupun hana sebentar diperbolehkan, tidak ada batasan waktu.
Seorang muslim yang cerdas, tentu saat menjelang hari-hari akhir akan ditinggalan oleh Ramadhan akan lebih banyak berasyiq-masyuq dengannya di malam-malamnya. Ibarat seorang kekasih akan berpisah dan ditinggalkan oleh kekasihnya, dia tidak rela berpisah dengannya. Terlebih pula malam terindah yang dijanjikan bagi ummat Muhammad yang bernilai kebaikan melebihi dari ibadah selama 83 tahun akan hadir di 10 terakhir di bulan Ramadhan. Sekalipun untuk mendapatkannya haruslah juga dipersiapkan sejak awal Ramadhan. Namun setidaknya sekalipun tidak dari awal maka jangan sampai di akhir pun tidak memanfaatkannya. Rugilah seseorang yang mendapati 10 akhir dibulan Ramadhan namun dirinya tidak menggunakannya dengan baik, peluang tidak hadir untuk kedua kalinya.
manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya bulan ramadhan untuk sepenuhnya beribadah, meramaikan masjid-masjid dengan shalat dan i’tkaf, karena ramadahan hanyalah sebentar saja (ayyaman ma’duudaat). Maka seandainya terpaksa harus memnui kebutuhan keluarga anak dan istri, cukup dapat dilakukan di siang hari dan malam-malamnya tetap ramaikan masjid untuk i’tikaf dan banyak beribadah kepada Allah swt. SemogaRamadhan ini Allah memberikan ampunannya dan memberikan kesempatan ntuk mendapatkanlailatul qadarnya . Aamiin.(ams)
*) Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UB, Pengasuh Ponpes Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang